Tags

Review Buku : Melampaui Luka Ibu oleh Lusy Sutedjo

 

Pertama kali tau buku ini, kalo nggak salah dari instagram. Entah itu iklan atau apa saya lupa deh. Tapi ketika melihat judulnya, tanpa pikir panjang saya langsung nyari di toko ijo kesayangan dan alhamdulillah ketemu. Lalu seperti biasa, linknya saya kirim via whatsapp ke Dana dan bilang,"Aku mau buku ini." 😆😆


Spesifikasi Buku

Judul : Melampaui Luka Ibu

Penulis : Lusy Sutedjo

Penerbit : Agromedia Pustaka

Jumlah Halaman : 135 halaman (tipis bangeet! 2 hari kelar sih, bahkan mungkin sehari).


Blurp

Aku ingin membasahi tubuhmu dengan peluh dan air mataku, Ma. Aku ingin tanganmu membelai kepalaku dan sekali saja aku ingin dengar kau mengucapkan "You did great, Ra…., kamu sudah berusaha sangat keras. Kamu. Sudah. Sangat. Berusaha."


Namun, semua kalimat-kalimat itu tercekat di leherku tanpa pernah bisa mengalir keluar. Sekali lagi… aku membuktikan : I AM NEVER ENOUGH.


Mungkin kisah Rara bisa menjadi kisah kita. Kita dan Ibu. Tidak semua anak memiliki hubungan yang ideal dengan Ibu. Ada yang harus jauh melarikan diri dari ibu, ada yang justru ditinggalkan Ibu, atau ada yang malah tidak dapat melepaskan diri dari genggaman erat ibu.


Buku ini mengajak kamu untuk lebih dekat melihat fenomena Mother Wound atau Luka Ibu. Melihat bagaimana peran Luka ini dalam kehidupan dewasa, proses pemulihannya, serta melihat Ibu sebagai seorang pribadi yang juga mewarisi luka dan cinta dari Ibu sebelumnya. Melampaui Luka Ibu adalah perjalanan mengenal diri lebih dalam dan mencintai dengan lebih baik.


Hal Menarik Dari Buku Melampaui Luka Ibu

Sumber : satupersen.net

Dengan membaca blurb nya, pasti beberapa dari kalian ada yang merasa relate banget kan? Ya, saya juga merasa relate banget terutama cerita tentang Rara, salah satu tokoh dalam buku ini. 


Buku ini terdiri dari 3 orang tokoh dengan cerita dan luka yang berbeda. Tapi yang menjadi pusat dari lukanya tetap sama yaitu ibu. Saya juga nggak tau kenapa hanya ibu yang menjadi cikal bakal dari luka batin yang dialami oleh banyak orang. Kenapa bukan ayah juga? Padahal banyak juga anak yang mengalami depresi misalnya tersebab perlakuan ayahnya. Sehingga saya pribadi juga bertanya-tanya, kenapa judul buku ini adalah Melampaui Luka Ibu? Kenapa bukan Melampaui Luka Orang Tua? 😂😂😂


Tapi yasudahlah ya, terlepas dari judulnya. Yang penting adalah konteks dari buku ini. Karena bagi saya buku ini sesuai banget dengan apa yang saya alami dan sedang saya usahakan.


Oke, kita lanjutkeun ya~


Seperti yang sudah saya sebutkan bahwa dalam buku ini ada 3 cerita berbeda dari tokoh yang berbeda juga. Tokohnya fiktif, tapi cerita yang disajikan berdasarkan pengalaman dari klien-klien yang datang konsultasi ke Asuh Diri. Sebuah platform untuk konsultasi tentang kesehatan mental.


Setiap tokoh diceritakan secara cukup detail tentang apa yang ia alami? Apa yang menjadi penyebab utamanya? Bagaimana pergolakan batin yang ia rasakan? Apa tindakan yang ia lakukan untuk mengatasi permasalahan mentalnya? 


Setelah satu tokoh selesai diceritakan, selanjutnya pembaca akan disajikan dengan pandangan dan pendapat ahli, yaitu dalam hal ini adalah psikolog. Sang psikolog memberikan analisa ataupun pandangannya tentang apa yang dialami oleh si tokoh? Apa penyebabnya? Serta tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan untuk mengurai dan mengatasi permasalahan yang dialami pada tiap kasus. Tiap tokoh memiliki hasil analisa yang berbeda dengan saran tindakan yang berbeda. Tergantung permasalahan yang dialaminya. Tapi saran utamanya tetap sama : konsultasi ke ahli seperti ke psikolog.


Bagi saya membahas soal kesehatan mental dengan cara bercerita dari sudut pandang orang pertama sangat menarik. Pembaca jadi bisa memahami tentang kesehatan mental dengan lebih mudah dan jadi tau bahwa gejala-gejala yang muncul akibat luka pengasuhan tuh kayak apa aja. Selain itu bahasa yang digunakan oleh penulis juga sangat mudah untuk dicerna. Jika ada istilah yang dirasa sulit, penulis memberikan catatan kaki untuk menjelaskan istilah tersebut. Penulis dan tim yang terlibat didalamnya ingin memberikan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan mental melalui buku ini.


Selain itu saya merasa kehadiran buku ini menjadi cara soft-selling yang unik untuk memperkenalkan "klinik online" yang salah satu pendirinya adalah penulis buku ini. Klinik online tersebut bernama Asuh Diri, sebuah klinik yang berfokus pada pemulihan jiwa. Di dalamnya nggak hanya untuk konsultasi psikologi, ada sesi yoga juga dan lain-lain. Untuk lebih lengkapnya bisa cek di web Asuh Diri ya.


Kesan Membaca Buku Melampaui Luka Ibu

Sumber : femina.in

Dari ketiga tokoh yang ditampilkan dalam buku ini, kisah Rara yang nyerempet-nyerempet relate dengan apa yang saya alami. Ngerti banget deh rasanya tumbuh jadi orang yang egois karena diasuh oleh ibu yang juga egois. Ngerti banget juga deh rasanya usaha yang ga diapresiasi meski sudah susah payah untuk bisa mendapatkan yang terbaik. Tapi lagi-lagi sebagai anak yang akhirnya mengerti tentang luka pengasuhan, pada akhirnya diri kita juga yang perlu memaafkan. Meski mereka tidak pernah meminta maaf atas kesalahan yang mereka perbuat.


Orang tua kita tidak pernah tau apa itu luka pengasuhan. Mereka juga pasti akan menolak bahwa apa yang kamu alami tersebab dari kesalahan mereka dalam mengasuh. Karena bisa jadi ya mereka nggak punya pengetahuan terkait hal itu. Atau bisa juga denial dengan pengetahuan tentang luka pengasuhan. Nggak apa-apa! Nggak apa-apa! Maafkan!  


Walau saya secara pribadi sebenarnya amat nggak suka dengan tantangan yang saya alami terkait luka pengasuhan ini. Tapi sisi lain saya berusaha dengan sekuat tenaga saya untuk mensyukuri tantangan ini. Karena saya meyakini hal ini adalah ruang bagi saya untuk bisa memperbaiki diri menjadi lebih baik. Serta menjadi ruang untuk memaafkan kesalahan orang tua saya, meski mereka nggak pernah merasa dirinya salah. 


Dengan membaca buku ini, saya juga belajar untuk memaklumi sifat dan perilaku ibu saya yang demikian karena ia pun diasuh oleh orang tua yang jauh dari kata penuh kasih sayang. Sehingga saya juga belajar untuk menerima temperamennya yang berlebihan. Menerima ucapan dan nada bicaranya yang seperti bilah pisau menusuk ke dada. Serta menerima inkonsistensi sikapnya. Meski semua itu tidak menyenangkan, tapi saya harus menjadikannya pelajaran agar saya bisa menjadi ibu yang lembut dan lapang dada seperti Mama Jen. #LHO!


Hal lain yang membuat saya relate dengan buku ini juga adalah saran-saran dari psikolog dalam menghadapi masalah mental. Ada beberapa tips yang sudah rutin saya lakukan seperti journaling dan juga olahraga


Dalam buku ini dikatakan bahwa emosi itu adalah energi yang mengendap dalam tubuh. Sehingga energi tersebut perlu disalurkan dengan baik melalui olahraga, agar energi akibat emosi negatif tidak menjadi bahan peledak yang membahayakan diri dan orang sekitar. Sehingga rutin berolahraga, insyaa Allah bisa menjaga mood lebih stabil. Alhamdulillah saya merasakan banget sih, dengan rutin yoga meski 15 menit. Tapi berasa banget badan jadi lebih enteng, emosi pun nggak semeledak sebelumnya. Agak lumayan lebih baik. Selanjutnya tinggal menurunkan ego yang masih membumbung ke langit 😂.


Makanya deh kenapa dulu tuh kalo lagi emosi, badan rasanya ingin ngamuk-ngamuk. Ternyata saya membiarkan energi negatif mengendap di tubuh saya yang akhirnya menjadi bom waktu 😿.


Bersyukur saya menemukan dan membaca buku ini. Karena buku ini menjadi salah satu wasilah bagi saya untuk terus memperbaiki diri saya. Saya sangat merekomendasikan banget sih buat kalian yang lagi bertarung dengan diri sendiri agar membaca buku ini.


Semangat untuk kalian yang sedang berjuang 💕

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment