Tags

Menulis Jurnal Untuk Melegakan Hati dan Pikiran

 

Pas lagi iseng-iseng scrolling di Youtube, ada video dari Zahid Ibrahim muncul di beranda saya yang bercerita tentang morning pages. Pikir saya sih kok menarik gitu. Ya udah sih saya tonton aja dan waaaaww, cucok meong nih. Cincailah buat dicoba 😆.


Sejujurnya saya baru kali itu mendengar istilah morning pages dalam journaling. Karena yang sering saya dengar adalah bullet journal, Qur'an Journaling, dan jurnal syukur. Setelah menyimak penjelasannya, saya merasa morning pages cocok nih untuk saya terapkan. Karena dalam morning pages kita bisa menulis apapun yang ada dipikiran kita. Bahkan kita juga bisa menulis ide-ide yang terlintas di pikiran agar tidak menguap.


Akan tetapi menulis morning pages ini menurut si empunya ide, Julia Cameron, harus menulis 3 halaman penuh. Karena dengan menulis 3 halaman penuh, kita belajar untuk lebih mindful. Ketika menulis, kita sedang mencoba mengintegrasikan antara pikiran, perasaan dan juga koordinasi gerak mata dan tangan kita. 


Gile! Nulis 3 halaman isinya apa aja dah? Nulis tangan pula. Tapi saya rasa nggak ada salahnya untuk dicoba. Siapa tau bisa meringankan beban di pikiran dan hati. Serta bisa mengatur semrawutnya pikiran dan hati saya. Ceileeee~


Sebelum melakukannya secara rutin, saya memang sudah menulis jurnal. Tapi tidak pernah rutin setiap hari. Hanya ketika saya lagi mood atau lagi pingin nulis aja atau pas lagi pingin nyampah 😂. (Btw, kalo dalam bahasa Sasak, nyampah itu artinya sarapan lho 😆😆😆)


Apa Saja Sih Yang Ditulis?

Pada awalnya sih saya nulis jurnal di pagi hari sebanyak 3 halaman. Tentunya setiap hari. Tapi lama-lama kok syulit ya mau nulis di pagi hari. Mengingat waktu yang dibutuhkan untuk menulis sebanyak 3 halaman tuh nggak sedikit lho. Apalagi kalau Hening udah bangun, ambyar wes. Yang ada ntar dia minta ikutan coret-coret 😆. Kan mamak juga butuh me-time 😂.


Saya jadi merasa tertekan cuuyy buat nulis jurnal. Padahal niatnya nulis jurnal buat healing tipis-tipis, setipis kesabaran saya 😆.


Karena sulit untuk konsisten ngejurnal di pagi hari, akhirnya saya nulis ketika saya luang. Entah itu siang, sore ataupun malam hari. Hal ini saya lakukan secara rutin selama 21 hari, sebanyak 3 halaman per hari. Karena kebetulan banget buku jurnal saya habis di hari ke 21 😂. Sumpah sih emang capek banget nulis 3 halaman setiap hari. Apalagi pas awal-awal mulai tuh, ya Allah, pegel banget dah 😂. 


Emang nulis apa aja sih?


Ya, banyak! Saya menuliskan apapun yang terlintas dalam pikiran saya. Apapun yang saya rasakan di hari itu. Kejadian apapun yang saya alami di hari itu. Terutama kejadian yang mengganggu stabilitas emosi saya. Wkwkwk. 


Iya, jurnal saya isinya nyampah 😆.


Saya tuliskan secara detail agar saya bisa merasa lebih lega. Karena kalau kata penulis buku The Whole-Brain Child, emosi itu perlu disampaikan secara detail agar kita bisa merasa lebih lega. Meski konteks tulisannya ditujukan untuk meredakan emosi anak, tapi cukup manjur untuk dipraktikkan oleh orang dewasa.


Pada 21 hari pertama journaling, isi tulisan saya didominasi oleh sampah emosi. Semua yang saya rasakan, pikirkan, dan alami, saya tumpahkan seluruhnya ke dalam 3 halaman jurnal. Tapi sesekali saya juga menuliskan ide-ide yang terlintas dipikiran saya dan sedikit dari ide tersebut lumayan bisa diimplementasikan 😂. Ya, anggap aja ide-ide yang dituliskan adalah do'a. Bisa diwujudkan dan tampak hasilnya ya alhamdulillah, nggak pun ya bukan masalah. Xixi


Setelah 21 hari, saya sempat tidak menulis jurnal karena buku jurnal saya sudah penuh. Sampai suatu hari saya mengalami badai emosi. Kemudian sebelum tidur saya menulis jurnal kembali. Untungnya masih punya buku jurnal yang lain. Setelah itu saya melakukan journaling secara rutin, setiap hari. Tapi udah nggak 3 halaman lagi. Kadang ya cuma 1 halaman, kadang 2 halaman. Tergantung sebanyak apa hal yang ingin saya ceritakan. 


Nah, selanjutnya saya ngejurnalnya rada naik tingkat dikit. Jika sebelumnya cuma nyampah, setelahnya saya juga tetap nyampah. Wkwkwkww. Tapi sekaligus melakukan tadabbur 1 ayat alQur'an yang relatable dengan apa yang saya alami hari itu, kemudian saya merefleksikannya. Ahaaayyy~


Maksudnya gini. Misal di hari itu saya merasa amat marah dan sulit sabar. Maka saya nyari di alQur'an satu ayat tentang kesabaran yang paling relate dengan kondisi saya saat itu. Kemudian saya merenungi ayatnya, menghubungkan dengan apa yang saya alami dan rasakan saat itu, kemudian merefleksikannya. Dengan menghikmahi sebuah kejadian dan menuliskannya membuat perasaan dan pikiran saya jadi lebih lega. Selain itu saya juga berusaha menemukan surat-surat cintanya Allah dari pengalaman tersebut. Ahaaayy~


Selain itu, kadang saya juga menulis jurnal karena terinspirasi dari buku yang saya baca atau mungkin dari tayangan yang saya tonton, dan lain-lain. Lalu saya tuliskan dan refleksikan, biar makin nancep di otak dan hati. Inspirasi untuk menulis tuh banyak banget dah. Bahkan tiap hari pasti ada aja hal yang bisa ditulis.


Pokoknya tulis aja apapun yang dirasa dan dialami. Jangan pernah berpikir soal benar salah. Bagus atau nggak. Enak dibaca atau nggak. Udah sesuai PUEBI atau nggak. Karena tujuan utamanya adalah untuk melegakan hati dan pikiran, serta mengurai benang kusut di otak 😂. 

Perihal notebook yang saya gunakan untuk menulis jurnal. Tidak ada buku khusus untuk menulis jurnal sebenarnya. Bisa pake buku tulis biasa, buku binder, atau lainnya. Kalau saya pake notebook beli di Leon Paperworks (Link toko : Shopee atau Tokopedia). Kertasnya tebal, cucok buat kalian yang suka pake brush pen warna warni kalo lagi journaling. Tapi saya nggak berkreasi saat journaling. Karena yang saya butuhkan hanya ruang untuk menulis panjang x lebar. Hahaha. Tapi suka aja sih pake notebook dari Leon Paperworks, karena ada pilihan kertasnya. Ada yang polos, bergaris, dotted atau ada juga yang campuran. 


Oh ya, kalo mau belajar banyak tentang journaling, kalian bisa intip-intip instagramnya ce Grisselda atau bisa juga meluncur ke blognya. Doi juga buka kelas journaling. Bisa ikuti kelas yang akan diadakan atau beli rekaman dari kelas yang sudah selesai dengan beragam tema. Semua info ada di blog beliau.


Haruskah Menulis Tangan?

Sebenarnya nggak harus. Boleh juga kok nulis di hp atau laptop. Akan tetapi jika tujuannya untuk healing, maka menulis tangan akan jauh lebih efektif daripada typing


Sebagian besar artikel yang saya baca tentang journaling menyatakan bahwa menulis terutama menulis tangan secara ekspresif dapat menjadi sarana untuk melegakan hati dan pikiran serta menyembuhkan trauma. Makanya banyak konselor atau apa deh namanya membantu klien mereka untuk sembuh dari gangguan psikologis yang mereka alami dengan cara menulis tangan. 


Karena ketika menulis tangan, kita belajar untuk benar-benar terhubung dengan diri kita. Kita belajar untuk jujur dengan apa yang kita alami dan rasakan. Selain itu juga kita belajar untuk mengendalikan diri. Karena kadang kan isi pikiran kita kayak lari-lari, loncat sana sini lebih cepat dibandingkan kecepatan tangan kita menulis. Nah, dengan menulis tangan, kita bisa mengendalikan pikiran kita agar lebih tenang dan terarah. Saat menulis, baik otak, tangan dan mata kita saling berkoordinasi. Dengan begitu kita jadi terlatih untuk lebih mindful.


Untuk lebih jelasnya tentang manfaat menulis tangan, temans bisa menyimak pemaparan dari pak Sapta Dwikardana di kanal youtube Tedx. Videonya pendek, tapi sangat insightful


Haruskah Morning Pages?

Tentu nggak dong. Temans bisa menulis jurnal apapun sesuai kebutuhan. Karena sebenarnya journaling itu kan sangat dinamis ya dan nggak ada pakem khususnya. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan kita. Semisal kita terinspirasi dari jurnal seseorang pun nggak harus diikuti sama persis seperti yang dilakukan oleh orang tersebut.


Saat ini saya punya 4 jurnal. Jurnal pertama isinya curhatan, tadabbur, refleksi. Jurnal ini paling sering saya gunakan karena ya memang kebutuhan paling utama saya adalah untuk mengendalikan dan memperbaiki diri saya. Pada jurnal tersebut saya bercerita tentang banyak hal. Apapun yang terjadi atau yang saya rasakan di hari itu. Atau mungkin saya habis baca buku, terus buku tersebut mendatangkan kesadaran dalam diri saya, maka saya menuliskan pendapat saya mengenai isi buku tersebut untuk semakin menanamkan dan mengukuhkan kesadaran tersebut. Tentu nulisnya panjang lebar karena memang saya adalah orang yang hobi bercerita.


Jurnal kedua berisi ide-ide tulisan yang ingin saya unggah ke blog. Jadi dalam jurnal tersebut saya menuliskan gambaran besar perihal ide tulisan tersebut untuk jadi guidance. Soalnya saya paling mudah terdistraksi ketika sedang typing di HP atau laptop. Terus sering juga stuck, alhasil jadi bingung lanjutannya apa. Padahal sebelumnya kalimat yang mau ditulis tuh berseliweran banget dipikiran. Nah, biar nggak nguap mending ditulis aja dulu di buku jurnal. Gitu. Heuheu


Jurnal kedua adalah memory keeping yang berisi foto-foto kami bertiga, tapi dominasi fotonya Hening. Jadi foto-fotonya saya print kemudian tempel di buku jurnal tersebut. Terus saya juga beri tulisan untuk mengenang kembali foto tersebut. Selain itu juga biar nanti kalo Hening udah gede bisa liat foto dan tulisan di jurnal itu. Biar dia tau apa sih yang pernah dia alami ketika masih kecil. Karena banyak dari kita yang nggak inget tentang masa kecil kita. Termasuk saya. Hahahah

Memory keeping journal
Memory keeping

Selain itu juga dalam jurnal tersebut saya menuliskan pesan-pesan yang ingin saya sampaikan ke Hening. Karena kita nggak pernah tau usia akan terhenti sampai pada angka berapa. Sehingga saya pingin banget memberi sesuatu yang bisa di kenang oleh anak cucu saya nantinya. Karena saya suka menulis, maka saya membuat memory keeping untuk mereka. Hho. Walau gatau deh itu foto-foto akan bertahan berapa lama. Hahaaha


Jurnal terakhir berisi tentang milestone nya Hening ataupun rencana kegiatan yang ingin saya lakukan bersama Hening. Tapi saya nggak rutin nulis di jurnal ini. Karena belum menemukan metode belajar yang pas buat Hening. Hhe


Saya nggak mengisi semua buku jurnal tersebut dalam 1 hari. Melainkan saya nulisnya sesuai kebutuhan atau sesuai kondisi di hari itu. Misal ada ide tulisan ya saya nulis di buku jurnal ide tulisan. Kalo misal lagi pingin curhat, berefleksi, tadabbur atau sedang terbawa arus emosi, ya saya tulis di jurnal yang isinya curhatan dan lain-lainnya.


Oleh karenanya jika teman ingin mulai menjurnal, sesuaikan saja dengan apa yang temans butuhkan. Karena kalo nggak sesuai kebutuhan, biasanya bakalan jarang diisi. Sehingga efek dari journaling jadi kurang powerful. Misal temans suka nempelin stiker lucu, atau bikin doodle dan hal lain yang artsy banget, silakan menjurnal dengan cara demikian. Pokoknya ga perlu saklek dengan cara orang lain melakukan journaling lah. Menjurnallah sesuai dengan kebutuhan dan kesenangan masing-masing. Heuheu


Apa Sih Manfaat Yang Didapat Dari Menulis Jurnal?

Melegakan hati dan pikiran

James Pennebaker, seorang psikolog dari University of Texas di Austin mempelajari tentang menulis untuk meredam gejolak emosi. Ia menemukan bahwa ketika menulis, otak kita akan membantu untuk memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan mengkontekstualisasi antara trauma dan ide. 


Selain itu, ada beberapa artikel yang saya baca juga menemukan bahwa menulis, terutama handwriting, memang dapat digunakan sebagai sarana untuk memulihkan perasaan dan pikiran yang sebelumnya berkecamuk. 


Yes, saya mengamini pernyataan-pernyataan tersebut. Karena saya pribadi juga merasakan betul manfaat dari menulis. Alhamdulillah. Karena ketika menulis sebenarnya kita nggak cuma sekedar menumpahkan sampah emosi. Melainkan kita juga melakukan dialektika dengan diri kita sendiri dan dengan Tuhan. 


Ketika menulis, saya berusaha memaknai apa yang sedang saya alami. Dengan begitu membuat saya jadi lebih legowo untuk menghadapinya. Sehingga ketika, misalnya, gejolak emosi saya datang kembali, saya berusaha switch agar tidak terbawa arus gejolak tersebut. Ketika hal itu terjadi, saya mengingat-ingat kembali makna-makna yang sudah saya tuliskan terkait hal tersebut.


Dalam proses menulis tersebut, kita merenungi apa yang kita alami, rasakan dan apa yang terjadi. Sehingga kita bisa memaknainya dengan lebih baik. Dengan begitu pikiran dan perasaan kita akan lebih lega karena kita bisa melihat peristiwa tersebut dengan lebih jelas.


Membangun Kesadaran Dalam Diri

Manfaat lainnya yang saya dapatkan dari menulis jurnal adalah dapat membangun kesadaran dalam diri tentang sesuatu. Misalnya saat ini saya sedang terbawa arus emosi dan sulit untuk sabar. Lalu saya akan menuliskan apa sih yang terjadi pada saya? Kenapa sih kok sulit untuk sabar? Apa sih yang menjadi pemicu emosi saya?


Setelah itu saya coba korelasikan dengan ayat alQur'an yang paling relatable dengan peristiwa dan perasaan saya saat itu. Selain untuk mentadabburinya juga sebagai bentuk untuk menegur diri saya dan juga untuk tazkiyatun nafs. Lalu saya renungi dan refleksikan hingga akhirnya bisa menemukan kesimpulannya. Oh ya ya, mungkin karena bla bla bla makanya bla bla bla. Harusnya saya bla bla bla bla. 


Atau mungkin ketika sedang membaca buku dan saya merasa ter slepet dengan topik yang ada di buku tersebut. Karena topiknya cocok dengan apa yang saya gelisahkan saat itu. Kemudian saya akan menuliskan pendapat saya di buku jurnal, mencoba untuk connecting the dots antara apa yang saya alami dengan topik yang dibahas di buku yang saya baca. Lalu bagaimana saya memaknainya.


Dengan menuliskannya, perenungan dalam pikiran kita tuh nggak nguap gitu aja. Kalo kita tulis, perenungan tersebut akan lebih menguatkan kesadaran yang muncul yang semoga juga memberi dampak pada laku, pikir dan perkataan. Wallahu a'lam.


Melatih mindfulness

Dari pengalaman saya pribadi, menulis jurnal menjadi salah satu sarana untuk melatih mindfulness. Karena ketika menulis, antara otak, perasaan, gerak tangan, dan mata saling berkoordinasi. Sehingga ketika menulis, saya berusaha agar gimana satu sama lain tuh sinkron. 


Maksudnya tuh gini. Pas lagi nulis kan pasti kata-kata yang mau ditulis sudah terlintas di pikiran. Namun kadang yang terlintas di pikiran misalnya kata 'mobil', yang ditulis malah kata 'pesawat' 😆. Lah ini kan tandanya kita nggak mindful yah. Sehingga ketika menulis, saya usahakan agar otak, hati, gerak tangan dan mata saya pada sinkron. Biar apa yang tertuang di atas kertas sesuai dengan apa yang sudah terlintas dipikiran 😂.


Selain itu, menulis menjadi salah satu sarana untuk memperoleh energi positif. Sehingga ketika menulis, kita perlu berusaha untuk menggunakan kata-kata yang bisa mendatangkan energi positif tersebut. Sekalipun tulisan tersebut berisi sampah emosi, namun setidaknya isi tulisan tersebut tidak membuat kita jadi makin merasa rendah diri. Melainkan bisa boosting semangat kita.


Dalam kondisi demikian, kita kan jadi latihan untuk lebih fokus ya. Sadar penuh, hadir utuh pada aktivitas yang kita kerjakan. Sehingga hal ini juga akan membawa dampak positif pada diri kita.


Tentunya menulis bukan satu-satunya cara untuk latihan mindfulness. Apapun yang kita kerjakan dari pagi sampai malam ya bisa menjadi sarana untuk melatih mindfulness kita. Heuheu


Menyembuhkan trauma

Pada laman web Psychology Today, Andrea Rosenhaft membagikan pengalaman pribadinya tentang manfaat menulis. Ia mengalami masalah psikologis yang membuatnya amat sangat tersiksa secara batin, bahkan sempat terlintas dipikirannya untuk bunuh diri. Selama belasan tahun ia harus bolak balik terapi, lalu bolak balik masuk rumah sakit. Bahkan gangguan psikologisnya tersebut juga menyebabkannya mengalami anoreksia yang cukup parah.


Kemudian ia mengikuti semacam kelas menulis gitu yang menjadi cikal bakal kecintaannya terhadap menulis. Ia menjadikan menulis sebagai salah satu caranya untuk menyembuhkan trauma yang ia alami. Tentunya proses yang ia alami bukan proses instan. Tetap butuh waktu sampai akhirnya ia terbebas dari gangguan psikologis yang ia alami.


Hal ini juga yang sedang saya usahakan yaitu untuk menyembuhkan luka atau trauma masa lalu yang saya alami. Tentu banyak dari kita yang juga masih mengalami trauma masa lalu akibat kurangnya pengetahuan orang tua kita dalam mengasuh anak-anaknya. Sehingga tanpa mereka sadari, mereka telah menggoreskan luka pada batin anaknya. Akan tetapi menyalahkan mereka atas ketidaktahuan mereka tentu tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Sehingga saya berusaha untuk menyembuhkannya sendiri dan salah satu ikhtiarnya adalah melalui menulis.


Jika ditanya apakah sudah tampak hasilnya atau nggak. Saya juga belum bisa memastikan. Akan tetapi setidaknya hal-hal yang menjadi distraksi pada pikiran saya tersebab luka batin tersebut sudah jauh mendingan daripada sebelumnya yang tiap hari overthinking dan insecure. Biidznillah. Tapi kalo soal sudah sembuh total atau nggak saya rasa masih belum ya. Karena proses menyembuhkan luka batin kan bukan proses yang sebentar ya. Sehingga butuh waktu untuk bisa menerima, memaafkan serta menyembuhkannya.


Meski pengalaman luka batin ini terasa pahit, namun setelah dimaknai ternyata menjadi pengalaman berharga bagi saya. Bisa jadi hal demikian adalah cara Allah untuk membuat saya lebih mendekat kepadaNya.


Mengenal Diri Sendiri

Saya rasa nggak semua dari kita benar-benar mengenal diri kita sendiri. Saya ini siapa? Maunya apa? Ingin melakukan apa? dan lain sebagainya. Sehingga dengan menulis jurnal saya belajar untuk lebih mengenal diri saya sendiri. 


Saya menggali apa yang terjadi pada diri saya? 

Apa penyebabnya? 

Apa akibatnya? 

Apa yang saya harus lakukan untuk mengatasinya? 

Apa yang saya sukai? 

Apa yang membuat saya merasa berdaya? 

Apa yang ingin saya lakukan? 

Dan banyak hal lainnya.


Dengan demikian secara perlahan saya mulai membuka lapisan-lapisan pada diri saya. Belajar untuk memahami batasan-batasan yang ada dalam diri saya. Dengan begitu benang kusut di pikiran saya bisa diurai. Mengurangi insecurity dan overthinking saya yang seringkali berlebihan dan bikin nggak berdaya. Tentu hal ini terjadi karena rahmat Allah yes. Menulis jurnal hanya sarana. Heuheuuy~


Nah, itu deh cerita panjang lebar dari saya tentang menulis jurnal yang menjadi bagian dari daily self-care saya. Mungkin temans punya pengalaman menarik dan mengesankan tentang menulis. Yuk deh berbagi 🤗


Semoga tulisan yang nggak jelas alurnya ini bisa memberi manfaat ya, meski hanya setitik debu. Hehe. Terima kasih sudah mampir untuk membaca tulisan ini 💖.


Referensi :

  1. https://www.google.com/amp/s/www.psychologytoday.com/intl/blog/from-both-sides-of-the-couch/202306/the-power-of-writing-to-heal%3famp


  1. https://www.thelovepost.global/matters-mind/articles/writing-therapy-learn-healing-power-%C2%A0your-words


  1. https://www.writeyourjourney.com/the-healing-power-of-writing/


  1. https://insighttimer.com/blog/healing-through-writing/


  1. https://www.newthinking.com/health/how-writing-can-help-you-heal-and-transform


  1. https://www.mindful.org/getting-started-with-mindful-writing/


Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

2 comments

  1. Menulis memang se healing itu, khususnya buat saya.
    Apalagi kalau nulisnya pakai tangan ya.
    Saya nggak pinter nulis trus dihiasin gitu.
    Jadi kadang tuh asal nulis aja di sembarang kertas.
    Beberapa waktu kemudian, pas nemu dan dibaca lagi, sering takjub dengan semua pertolongan Allah, karena jadi keliatan bagaimana kita sebenarnya bisa melewati apapun ujian-Nya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener mbak Rey. Saya juga ga bisa nulis dihias2. Pokoknya nulis aja yang penting apa yang dipikir dan dirasa bisa teralirkan. Xixix

      Delete

Post a Comment