Tags

Review Buku : Laut Bercerita oleh Leila S. Chudori

 

Sebenarnya udah lama banget ngincer novel ini. Pertama kali tau soal novel ini pas ada giveaway (GA) di instagram. Saya ikut dah tuh GA, tapi tentu nggak dapet. Karena saya emang nggak pernah hoki gaes ikutan GA. Hahahaha. Tapi saya ikut GA novel ini karena tertarik sama judul dan covernya. Nggak tau sama sekali gambaran besar isinya kayak apa. Terus pas liat apa gitu ya, lupa. Barulah saya tau kalau ternyata novel ini bercerita tentang kejadian tahun 1998. Makin penasaran dong saya. Tapi namanya juga saya, kepingin beli tapi ga beli beli juga. Malah beli buku yang lain. Hahaha.


Sampai suatu hari, pas liat story seorang teman yang isinya pengumuman kalo dia menang GA novel Laut Bercerita. Nggak pake mikir lama, langsung komen minta jadi urutan terdepan buat minjem. Hahahahahahaha. Tentu setelah doi selesai membacanya. Baru deh dia kirimin bukunya. Xixixi


Spesifikasi Buku

Judul : Laut Bercerita

Penulis : Leila S. Chudori

Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Jumlah halaman : 379


Blurp

Jakarta, Maret 1998

Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut di sergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting : siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.


Laut Bercerita, novel terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan makam anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.


Kesan Ketika Membaca Novel Laut Bercerita

Sejak epilog novel ini sudah sangat mengaduk-aduk hati. Sehingga saya pikir isi novel ini bakalan serius terus gitu dari awal sampai akhir. Apalagi pembahasannya tentang penculikan 1998 yang sampai sekarang nggak jelas kelanjutan hukumnya kayak gimana. Sampai-sampai para pelakunya masih pada hidup enak tanpa ada rasa bersalah. Iyuh! Menjijaykan! 


Semakin saya membaca buku ini, ternyata nggak seserius yang saya pikirkan. Masih ada guyonnya, masih ada kisah yang bikin adem ning ati, dan ada kisah romansa tapi monmaap ada bumbu-bumbu adegan dewasa 😆. Tapi kisah yang bikin marah banget sekaligus sedih banget lebih banyak sih. 


Alurnya yang maju mundur, tapi smooth, bikin tetap asik ketika membacanya. Udah gitu kemampuan mengolah kata menjadi kalimat dari bu Leila tuh yang epic banget, maa syaa Allah, indah nian 😍. Duh, kok bisa ya para penulis handal ini pada mengolah kata dengan begitu eloknya 😘. Baca novel ini jadi ga bosen sama sekali, malah nagih banget.


Walau buku ini adalah novel fiksi, tapi cerita yang diangkat berdasarkan kisah nyata dari pengalaman para korban penculikan 1998. Ketika diceritakan tentang cara-cara mereka disiksa oleh para (ke)aparat tuh rasanya hati kayak mendidih banget. Duh, emosiiiiikkk banget sumpah!!!! Astagfirullah, kok bisa ada manusia yang semenjijikkan itu tingkah lakunya. Sepanjang membaca adegan-adegan sadisnya tuh, mulut rasanya ingin berkata kasaaarr saking marahnya. Astagfirullah.


Sebegitu sadisnya mereka menyiksa anak orang kok ya nggak ada rasa bersalahnya sama sekali. Bahkan masih bisa hidup tenang kayak nggak pernah melakukan kebengisan sama sekali. Mereka sama sekali nggak menyadari ada noda merah darah di tangan mereka. Hih! 


Padahal mah para anak muda itu hanya menginginkan Indonesia yang lebih baik. Cara mereka menyampaikan aspirasi pun tidak dengan cara yang buruk. Tapi kenapa mereka harus ditangkap dan diperlakukan dengan cara yang buruk? Seolah-olah mereka adalah penjahat kelas kakap yang harus ditangkap dan diberi hukuman biar jera. Hmm, kejadian tersebut menunjukkan watak pemerintah kala itu yang menjabat hanya untuk memenuhi syahwat nya saja. Tidak murni bekerja untuk kesejahteraan  rakyatnya. Ya sama sih kayak sekarang. Wkwk.


Tapi dibalik cerita tentang penyiksaan-penyiksaan yang dialami oleh para mahasiswa ataupun aktivis kala itu. Ada cerita yang saya suka banget dan saya yakin bikin iri banyak orang yaitu tentang keluarga Bapak Arya Wibisana. Bapak Arya Wibisana adalah ayah dari Biru Laut, aktor utama dari novel Laut Bercerita. Keluarga Pak Arya tuh benar-benar harmonis banget dan penggambarannya cenderung perfect. Saya rasa pasti banyak dari para pembaca yang pingin punya suasana keluarga seperti keluarga Bapak Arya.


Tiap akhir pekan, mereka punya waktu untuk bersama. Memasak bersama, lalu makan bersama sambil mendengarkan musik kesukaan mereka. Nggak heran sih jika Biru Laut dan adiknya tumbuh menjadi orang yang welas asih. Pokoknya ini keluarga bikin ngiri lah 😂.


Hal Menarik Dari Novel Laut Bercerita

Yang menarik dari novel ini bahwa novel ini bercerita dari 2 sudut pandang yaitu sudut pandang Biru Laut dan sudut pandang Asmara, adik dari Biru Laut. Namun tentu sudut pandang Biru Laut yang lebih besar porsinya. Karena Biru bercerita tentang kegiatan aktivismenya dan juga masa-masa penyiksaan yang ia dan teman-temannya alami di penjara. 


Sedangkan pada sudut pandang Asmara lebih banyak bercerita tentang kegiatan advokasi yang dilakukan olehnya dan para korban penculikan yang dibebaskan. Selain itu Asmara juga banyak bercerita tentang orang tuanya sendiri pasca Biru Laut menghilang tanpa jejak, serta kondisi orang tua korban penculikan lainnya. Bab ini sungguh bikin sedih banget. Saya nggak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi mereka. Membesarkan anaknya dengan penuh kasih, kemudian hilang begitu saja tanpa tau kondisinya. Apakah masih hidup atau sudah mati? Jikalaupun sudah mati, dimana ia dikuburkan? Bahkan sampai sekarang jejaknya tidak juga ditemukan. Duh, jahat banget sih pemerintah kita kala itu 🙃.


Selain itu alur maju mundur dari novel ini yang smooth banget bikin baca novel ini jadi lebih nagih. Misal pada sub bab pertama bu Leila menuliskan tentang kegiatan Biru Laut sebelum penculikan, maka sub bab selanjutnya bu Leila akan menuliskan tentang saat masa penculikan. Begitu terus sampai akhir. Alur yang kayak gini satu sisi menjawab rasa penasaran yang selanjutnya menimbulkan rasa penasaran lainnya. Hahahahaa. Njelimet banget awak mendeskripsikannya. Maapkeun yaaa~


Baca novel ini juga jadi memantik rasa penasaran tentang sejarah bangsa ini, meskipun kelam tapi tetap perlu untuk dipelajari sebagai bahan pembelajaran. Menurut saya novel-novel dengan latar belakang sejarah yang diceritakan dengan cara yang indah nan menyenangkan perlu banget untuk diperbanyak ya. Biar anak muda jaman sekarang nggak buta dengan sejarah bangsanya sendiri. Eh tapi yang paling penting sebenarnya, merawat kecintaan anak-anak kita terutama kawula muda juga jadi PR besar sih. Karena buku yang bagus kalo ga diimbangi dengan kecintaan untuk membaca ya buat apa juga 😌🙏.


Hmm, tapi tapi nih, menurut saya nih ya. Menurut saya. Bagian adegan dewasa dari novel ini boleh ditiadakan ga sih? Wkwkwk, agak khawatir awak kalo buku ini dibaca oleh anak SMP atau SMA yang belum mampu mengendalikan nafsu, malah jadi keidean untuk “do something” diluar pernikahan. Tapi semoga nggak sih ya. Insyaa Allah yang baca buku ini pasti anak-anak pintar yang pandai mengendalikan nafsunya. Ya dong. Ya pastilah~


Overall, buku ini wajib baca sih! Dan siap-siap perasaanmu diaduk-aduk oleh cerita Biru Laut.

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment