Beberapa hari lalu muncul berita tentang seorang ibu di Jombang yang menegak racun serangga bersama ketiga anaknya. Ironis sekali memang, karena bisa-bisanya seorang ibu mengajak anaknya untuk bunuh diri berjamaah. Anak yang seharusnya dididik dan dibesarkan dengan kasih sayang malah diajak bunuh diri bersama.
Kata-kata yang berseliweran dipikiran saya ketika menonton berita tersebut adalah keji, jahat, dzolim sekali. Padahal banyak sekali wanita diluar sana -termasuk saya- mendambakan kehadiran seorang anak. Sedangkan beliau dengan teganya menegakkan racun serangga kedalam mulut anak-anaknya hingga tewas.
Beruntungnya nyawa sang ibu dapat tertolong. Namun nyawa anak-anaknya sudah melayang, melambaikan tangan tanda perpisahan kepada ibunya yang malang.
Motif dari tindakan tersebut adalah karena rasa cemburu sang ibu kepada suami yang menikah lagi. Sang ibu 'merasa' sudah tidak 'dilirik' oleh suaminya dan merasa depresi dengan kondisi rumah tangganya. Buntut dari rasa depresinya adalah hilangnya nyawa ketiga anaknya.
vebma.com |
Jika kita melihat dari sisi kemanusiaan, jelas apa yang dilakulan oleh sang ibu adalah kesalahan fatal. Namun, apakah kita harus melemparinya dengan labeling 'JAHAT', 'KEJAM', 'KEJI', 'DZOLIM'?
Jangan! Kita jangan melabelinya dengan kata-kata demikian.
Sang Ibu Tidak Sepenuhnya Salah
Saya mendapatkan sebuah pandangan bagus ketika membaca status di laman facebook saya. Dimana seharusnya kita sebagai penonton dan pengamat berita tersebut tidak sepantasnya menyalahkan sang ibu.
Seringkali pada setiap kejadian ibu selalu saja disalahkan. Ini salah, itu salah, semua serba salah. Dalam kondisi demikian, tidak sedikit ibu yang merasa stres dan berujung depresi. Karena tidak semua ibu mampu mengelola emosinya ke arah yang positif. Termasuk Evy, yang memberikan racun serangga kepada anaknya.
Pada dasarnya kita tidak benar-benar tahu apa yang sedang dialami oleh Evy. Karena pastinya kita hanya membuat kesimpulan dari apa yang kita lihat. Namun kita tidak tahu apa yang disimpan dalam-dalam oleh Evy.
Pentingnya Pendidikan Komunitas Sebagai Support System dalam Masyarakat
huffingtonpost.com |
Menyadari bahwa kita terlahir sebagai makhluk sosial dimana kita saling membutuhkan satu sama lainnya, termasuk masalah 'rasa'. Apa yang dialami oleh Evy saya sebut sebagai masalah 'rasa' yang sebagian diperlihatkan melalui tindakan. Selebihnya ada yang masih dipendam dan sulit untuk ditunjukkan. Kadang, apa yang sulit untuk diungkapkan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu meledak dan tak jarang melukai.
Kasus yang dialami oleh Evy menjadi salah satu tantangan bagi kita semua dalam bermasyarakat. Sehingga penting bagi kita untuk membentuk pendidikan komunitas yang menjadi support system di dalamnya.
Bisa jadi kadang kita berpikiran "lha wong aku saja belum becus mengurus diriku sendiri malah mau membantu hidup orang lain". Hihi
Tapi menurut saya, seseorang yang sadar bahwa kasus seperti Evy tidak boleh terus-terus terjadi adalah orang yang terpanggil untuk menjawab tantangan tersebut. Apapun itu bentuknya.
Kita tidak harus memiliki massa yang banyak untuk mengumpulkan kekuatan. Karena memulai dari diri sendiri dan keluarga kita pun adalah bentuk pendidikan komunitas. Pada akhirnya apa yang kita lakukan bersama keluarga akan mempengaruhi lingkungan sekitar kita. Positivity yang kita bangun akan beresonansi dan akhirnya membentuk kekuatan yang kita sebut dengan pendidikan komunitas.
Pendidikan menjadi sebuah keniscayaan untuk membentuk komunitas yang lebih baik. Tentunya pendidikan tidak lahir dari komunitas melainkan pendidikan yang melahirkan komunitas.
Orang-orang yang berkecimpung dalam pendidikan komunitas tersebut tentunya bukanlah orang-orang yang paling tahu. Melainkan mereka adalah orang-orang yang terus berproses untuk menjadi lebih baik, merangkul orang-orang disekitarnya untuk sama-sama bergerak maju ke depan.
dreamstime.com |
Kita sadar bahwa masih banyak masyarakat yang terjebak di dalam ruang gelap akibat permasalahan yang dihadapinya, termasuk Evy. Disinilah peran pendidikan komunitas, dimana komunitas menjadi salah satu sentra pendidikan peradaban. Karena peradaban adalah milik kita bersama. Sehingga kita memiliki tanggung jawab bersama untuk saling merangkul, menopang dan menguatkan. Bagaimanapun kita saling membutuhkan satu sama lain untuk saling menguatkan.
Pendidikan komunitas tidak hanya menjadi tumpuan bagi mereka yang masih 'steril'. Namun pendidikan komunitas juga hadir untuk mengedukasi masyarakat dalam memandang setiap hal yang terjadi dilingkungannya dengan sikap positif.
Sebagai contoh adalah kasus yang dialami oleh Evy. Seluruh tetangganya pasti tahu bahwa Evy telah mengajak anaknya untuk mati berjamaah. Namun Evy selamat dan akhirnya dijadikan tersangka atas perbuatannya. Evy pasti akan dibui dan suatu saat akan keluar dari bui. Tentu ada beban psikologis yang dibawa dipundaknya. Lalu, apakah masyarakat dilingkungan rumahnya harus memandang jijik terhadap Evy? Tentu jangan! Melainkan masyarakat tersebut harus membuka tangan untuk Evy dan memberikannya pelukan. Agar beban yang ditanggungnya dapat berkurang.
Memeluk Lara, Membangkitkan Asa
abhineet.in |
Mungkin kita tidak mudah menghindari perasaan kita untuk tidak menyalahkan Evy. Dan itu wajar. Namun kita juga perlu menyadarkan diri bahwa sebenarnya orang-orang seperti Evy membutuhkan pelukan. Jangan sampai kita terlena untuk menyalahkan atau menghardik tindakannya tersebut.
Tidak semua orang yang mengalami masalah demikian mampu untuk mencurahkan apa yang dialaminya. Tapi paling tidak ada kehadiran utuh yang menawarkannya sebuah pelukan untuk memutus 'kabel bom waktu' pada dirinya. Dan harapannya, seiring berjalannya waktu, si pemilik masalah mampu mencurahkan permasalahannya. Dan hal buruk bisa terhindari.
Menurut saya, Evy tidak sedang membutuhkan wejangan. Tapi dia membutuhkan kehadiran, pelukan, 'telinga gajah', dan penopang agar dia mampu bangkit. Menyalakan kembali binarnya yang sempat redup dan menggapai asa yang sempat terkubur 😊.
Disinilah pendidikan komunitas berperan sebagai penopang dan juga imunitas bagi mereka yang masih rapuh.
--------------------------
Sumber referensi : Materi Sesi ke 10, Matrikulasi Koordinator. Membangun Komunitas, Membangun Peradaban. Institut Ibu Profesional.
Iya sih gak bisa disalahkan sepenuhnya, karena si ibu dlm keadaan depresi.
ReplyDeleteBetul mbak😀
DeleteSetuju mbak...tanpa dikasih wejangan pun saya yakin ibu evy tau persis dia sudah melakukan satu kesalahan fatal dalam hidupnya...semoga semua ini bisa dilewati dengan baik oleh ibu evy
ReplyDeleteAamiin aamiin. Semoga saja ya mbak. Dan semoga nggak ada kasus seperti ini lagi 😊
Deletesetuju mbak, sha juga sedih banget denger beritanya. Bahkan gak cuma satu dua kasus. Kasus serupa terus2an muncul di TV. Apa tv juga yang jadi inspirasi buat ngelakuin hal itu?
ReplyDeleteini juga jadi instropeksi buat diri sendiri supaya lebih memperhatikan sekitar :)
nah, itu dia mbak vanisa. bisa jadi karena melihat berita sprti itu malah ngasi ide untuk melakukan hal serupa. sepertinya stasiun TV juga harus bikin program edukasi ttg keluarga dan parenting ya. biar berimbang. heheh
DeleteDepresi memang semengerikan itu
ReplyDeleteIya betul mbak 😊
DeleteSedih rasanya setiap membaca berita seperti ini. Menjadi ibu dan istri memang tak mudah. Butuh support system yang baik dan mendukung kesehatan mental ibu
ReplyDeleteAh... semoga ini yang terakhir
Jangab sampai terjadi pada keluarga lain
Aammiin. Smg nggak ada lagi ya mbak. Rasany semakin modern kehidupan, makin banyak jg yg goyah. Sudah saatny kita membuka tangan utk saling mmbantu y mbak 😊
DeleteSedih deh saya busui jarang update jadi baru tahu, semoga tidak ada lagi korban nafsu suami yg tidak bertanggung jawab karena saya merasakan banget ngurus anak sendiri lebih capek dibanding ngantor, harusnya kalo pengen dipuasin, bahagia in ibu anaknya
ReplyDeleteAammiin. Smg banyak keluarga bahagia y mbak. Biar ga trjadi kyk gini lg 😊
DeleteMbaaa ini beneran banyak ada disekitar saya, tapi saya belum pernah secara langsung ketemu dgn orang2 seperti ini, dengar ceritanya aja sudah bikin istighfar.. Perempuan memang sangat rentan stress, tapi sayang laki2 sedikit yang sadar akan hal ini
ReplyDelete