Tags

Ia Terluka, Namun Ia Belajar dan Orang Tua pun Belajar


Tadi pagi kakinya Hening kejatuhan mainannya. Terus dia nangis, tapi hanya sebentar karena ditenangin sama ayah. Terus pas mau suapin dia makan, ayahnya baru sadar kalau jempol kakinya terluka dan itu untuk pertama kalinya ia terluka. Untungnya cuma berdarah sedikit sih. 


Pas kami bersihkan darahnya, Hening nggak menunjukkan rasa sakit sama sekali. Justru saya yang merasa ngilu liatnya. Tapi dianya B aja. Teteup aja aktif kayak kitiran 😂. Alhamdulillah~


Sembari membersihkan lukanya, saya bilang ke Hening kalau ada kalanya kita terluka. Salah satu contohnya ya karena ketimpa mainan. Nggak lupa juga ngingetin agar dia lebih hati-hati. 


Mungkin kesannya berlebihan ngomong gitu ke anak yang usianya masih 16 bulan. Tapi bagi saya bukan masalah sih. Meski kelihatannya dia tampak nggak paham sama apa yang saya bilang. Tapi saya yakin nasihat itu tersimpan di dalam otaknya. Walau saya tau, mengingatkannya untuk berhati-hati kudu diulang terus. 


Akan tetapi dengan kejadian tersebut justru bikin kami belajar untuk berkomunikasi secara asertif ketika anak mengalami luka. Saya yakin banget bahwa menyampaikan sesuatu dengan cara yang baik dan hangat akan memberikan efek positif ke anak. 


Dari pengalaman masa kecil kami berdua, saya dan suami maksudnya, seringkali kami dimarahi karena terluka. Kami tau mungkin orang tua kami khawatir dan nggak bermaksud marah. Akan tetapi kekhawatiran berlebihannya justru bikin kami takut untuk jujur ketika kami mengalami luka lagi. Akhirnya pas luka, sampe disembunyiin segala. Terus diem-diem diobati sendiri di kamar karena takut ketahuan 😂. 


Biasanya sih yang sukanya ngomel karena saya luka ya emak saya. Saya tuh paling takut liat emak saya marah. Bahkan sampai saat ini, sekedar membayangkan marahnya aja udah bikin saya bergidik 😂. Kebayang kan galaknya emak saya kalau marah? 🤣


Dana pun mengalami hal yang sama. Tiap kali luka pasti dimarahi ibunya. Tapi ibunya mah nggak bisa ngalahin galaknya emak saya 🤣. 


Alhasil sikap beliau kayak gitu bikin saya takut untuk jujur. 


Berbekal pengalaman itu, kami bersepakat untuk jangan pernah marah atau ngomel-ngomel ketika anak terluka. Karena ketika anak terluka yang harus dikedepankan adalah rasa empati. Bagi kami cara ini adalah bentuk ikhtiar dalam menjaga kelekatan dengan anak. Agar kelak ia terbiasa untuk jujur dengan apa yang dia alami ataupun dengan perasaannya. Sehingga dia nggak perlu nyari-nyari tempat lain buat curhat selain ke Allah dan tentunya ke kami. Heuheu~


Yah, namanya juga ikhtiar ygy. Perkara hasilnya kayak apa, kami serahkan kepada Allah. Karena ranah kami sebagai orang tua adalah mengikhtiarkan sebaik-baiknya. Heuheu~


Semoga kami bisa istiqomah dan meningkat kualitasnya 🤲. 


Aammiinn yaa mujibassailin 🤲


Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment