Tags

Extraordinary Attorney Woo : Episode Favorit

 


Extraordinary Attorney Woo : Episode Favorit. Sumpah sih sampai sekarang masih belum bisa move on juga dari Woo to the Young to the Woo 🀣. Ya gimana ya? Sesuatu yang memberi makna memang lebih mudah dan awet nempelnya. Xixixixi. Selain itu drakornya juga nggak lebay bin dramatis. Makanya susah move on nya πŸ˜†.


Menurut saya semua episode di drakor Extraordinary Attorney Woo (selanjutnya disingkat EAW) memberikan kesan dan pelajaran tersendiri. Tapi ada beberapa episode yang menurut saya lebih menyentuh dan mendatangkan kesadaran.


Saya tau sih tulisan ini cenderung mengandung spoiler. Tapi semoga ke spoiler an tulisan ini mengundang minatmu buat nonton drakor ini. Wkwkwk.


Tentunya saya tidak menceritakan secara detail. Namun saya hanya akan menuliskan apa saja yang membuat saya tersentuh pada tiap episode tersebut. 


Cikicikidoooottt~


Pengsoo! 

Peng ha! 

Jadi ceritanya ada seorang anak muda calon dokter yang ditemukan meninggal dalam keadaan dipukul-pukul oleh adeknya yang mengalami autisme. Dugaan awal bahwa si calon dokter dibunuh adeknya sendiri. Namun ternyata setelah di dalami, ia meninggal karena bunuh diri. Walau pada awalnya orang tua si calon dokter ini mengelak jika anaknya berlaku demikian. Karena orang tuanya ini yakin banget anaknya nggak mungkin bunuh diri. Soalnya si almarhum ini ceritanya pintar, kuliah di universitas ternama, nilai tinggi hampir sempurna. Mantap nggak tuh?!


Pada episode ini terasa sekali kritis sosial yang dibangun, yang mana memang di Korea Selatan tuh bunuh diri karena stres belajar bukan hal baru. Soalnya orang tua disana rada ambisius nyuruh anaknya belajar biar sukses dan bisa dibanggakan. Tapi banyak juga dari mereka yang lupa dengan kondisi psikologis anaknya yang stres dan tertekan dengan tuntutan orang tuanya dan tuntutan sosial.


Terlihat dari scene dimana si calon dokter ini menuliskan kegundahan dan rasa depresinya dalam buku hariannya. Dia memang mendapatkan nilai tinggi, rajin belajar, tapi dia juga stres dan merasa nggak berguna. Dia memang pintar dan mendapat nilai tinggi, tapi merasa paling buruk dari apa yang dia kuasai. Terus dia bilang, "Menghafal sampai muntah apa disebut belajar?". Pokoknya dia sudah depresi beratlah akibat belajar terlalu keras. 


Hal ini jadi pengingat sekaligus teguran sih bagi penonton khususnya para orang tua agar jangan terlalu menuntut anaknya buat belajar. Karena pada fitrahnya manusia tuh doyan belajar. Sehingga tugas utama orang tua bukan menuntut anak untuk belajar, tapi merawat fitrah tersebut agar tumbuh bersemi dengan indah. Ngerti kaann maksud saya?


Terus yang nggak kalah menohok dari episode ini adalah kritik pada orang-orang yang suka merendahkan Anak Berkebutuhan Khusus (selanjutnya disingkat ABK). Nggak bisa dipungkiri ya, manusia yang merasa dirinya terlahir normal seringkali merundung mereka yang terlahir istimewa hanya karena mereka berbeda.


Apalagi nih pas scene Young Woo lagi nonton berita tentang kasus yang dia tangani. Ada netijah meninggalkan komentar begini, "Negara rugi jika seorang mahasiswa kedokteran mati. Sedangkan anak autis hidup" 😭. Masio ini cuma drama fiksional, tapi di kehidupan nyata pasti kita menemukan makhluk-makhluk yang mulutnya jahara begini 😭.


Terus ada juga momen dimana Young Woo bercerita tentang sejarah autisme. Terus dia juga menyampaikan kepiluannya betapa banyak orang yang merendahkan ABK. Part ini bikin miwik banget pokoknya, sekaligus jadi tau juga tentang asal muasalnya.


Sehingga dalam 1 episode ini, menurut saya, ada 2 pelajaran penting yang bisa dipetik :

#1 Udahan ya maksa-maksa ataupun menuntut anak soal belajar. Karena tanpa dipaksa ataupun dituntut, anak pasti hobi belajar. Asalkan kita sebagai orang tua mau lebih peka dan open-mind terhadap anak kita. Karena setiap anak punya caranya sendiri dalam belajar. Tinggal gimana kita bisa ridho dengan kondisi tersebut.


#2 Udahan ya merendahkan ataupun merundung ABK. Mereka memang berbeda, tapi mereka terlahir spesial bin istimewa dan mereka tetaplah manusia. Bahkan meski sama-sama ABK nya, pasti ada sisi lebihnya juga. Keinget dengan story nya Bu Okina, bahwa yang utama dari ABK itu adalah merawatnya. Meskipun beberapa kasus, ada yang akalnya tidak bisa mencapai sempurna, namun jika dirawat dan dididik dengan baik, insyaa Allah bisa menjadi pintu surga bagi orang tuanya kelak. Karena ABK yang -in case- nggak sempurna akalnya insyaa Allah nggak punya dosa sehingga lolos dari proses hisab. Beda dengan kita yang meskipun normal, tapi nggak bisa lolos daei hisab gaes. Karena sudah berlumuran dosyach. 


Perebutan Harta Waris Sam Bersaudara

Scene ketika Gurame mendatangi Hanbada untuk bantuan hukum

Persoalan harta waris ini memang selalu bikin gregetan ya. Apalagi jika orang tuanya sudah meninggal duluan sebelum harta waris dibagi secara jelas. Mesti akan selalu ada saudara yang egois dan berkomplot untuk menjatuhkan saudara lainnya yang lebih lemah.


Sama seperti pada episode pembagian harta waris di keluarga Sam ini.


Sebelumnya kan saya sudah cerita tho kalau Young Woo punya sahabat namanya Dong Geu Rami. Tapi saya menyebutnya Mbak Gurame 🀣. 


Nah, bapaknya Mbak Gurame ini mengalami masalah yang mana doi tanpa sadar ditipu oleh saudara-saudaranya. Jadi kedua saudaranya ini bilang kalau dalam pembagian harta waris anak pertama dapet lebih banyak, sedangkan anak bontot dapetnya lebih sedikit. Mana bapaknya Mbak Gurame ya ya wae karena merasa kedua saudaranya ini kan orang pintar dan sukses. Apalagi mereka tinggalnya di kota besar. Nggak kayak dia yang cuma petani di desa, nggak sekolah tinggi pula. Jadilah itu surat kesepakatan dia kasi cap.


Terus setelah dia itung-itung pembagian waris dan pemotongan pajaknya, ketahuan kalau bapaknya Mbak Gurame nggak dapet apa-apa dari pembagian waris. Yang ada dia dapetnya utang dengan nilai cukup tinggi. Akhirnya Mbak Gurame minta bantuan ke Young Woo buat bantu bapaknya yang kena tipu muslihat kedua saudaranya.


Long story short, bapaknya Mbak Gurame menang di pengadilan. Harusnya sih secara hukum bapak Mbak Gurame dapet 50% kalau nggak salah. Tapi karena dia kasihan sama kedua saudaranya, dia nggak mau kemaruk dan membagi warisan tersebut secara adil.


Terus pas momen tanda tangan kesepakatan tersebut, kedua saudaranya mengaku kalau ternyata mereka nggak sesukses yang mereka ceritakan. Cuma berlagak sukses aja. Aslinya mereka tuh lagi mengalami kebangkrutan yang mempengaruhi kondisi finansial keluarganya.


Yah, begitulah ya kalau orang lihat ada uang segepok jadi buta dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Termasuk menipu saudara kandungnya sendiri.


Pastinya di dunia nyata, hal semacam ini banyak terjadi ya. Bahkan sampai bermusuhan sama keluarga sendiri hanya karena harta. Segitu kuatnya yang namanya harta sampai bisa memutuskan tali silaturahmi. Fir'aun kalau udah tobat pasti sedih ngeliat masih ada manusia yang tertipu oleh dunia gini. Soalnya Fir'aun yang sudah tobat tau banget rasanya malu se malu malunya jadi contoh kezaliman sepanjang jaman karena tertipu oleh dunia 🀣🀣🀣.


Pembelot Korea Utara : Gye Hyang-sim

Gye Hyang-sim si pembelot

Jujurly saya nggak seberapa paham sama kasus Bu Hyang-sim ini. Yang pasti ceritanya 5 tahun lalu dia harusnya masuk penjara karena melakukan kekerasan gitu bersama seorang temannya pas nagih hutang. Tapi dia memilih untuk kabur dan menjadi buronan selama 5 tahun. Alasannya tuh cukup bikin miwik yaitu karena dia nunggu anaknya rada gedean. Soalnya waktu itu anaknya masih umur 3 tahun. Kalau dia masuk penjara umur segitu, dia khawatir anaknya nggak akan inget sama dia setelah keluar penjara karena masih terlalu kecil. Makanya dia nunggu anaknya rada gedean, terus nyerahin diri ke pihak terkait. 


Anaknya gimana?


Anaknya dititip ke tempat penitipan. Dia bilang ke tempat penitipan tersebut agar anaknya jangan sampe diadopsi. Soalnya dia bakalan balik ngambil anaknya kalau sudah keluar dari penjara. 


Pokoknya begitu.


Sweet yet so sad, uh!


Pembangunan Jalan Haengbok-ro dan Penggusuran di Sodeok-dong

Saat di Sodeok-dong dibawah pohon Hackberry

Kasus Haengbok-ro ini bikin saya meweeeekk banget. Terutama ketika kepala Desa Sodeok-dong menceritakan tentang desanya kepada Pengacara Jung dan tim.


Jadi ceritanya pemerintah setempat mau bikin jalan bernama Haengbok-ro yang intinya jalan itu lebih untuk kepentingan orang kaya gitulah. Terus perencanaan jalan tersebut membelah lingkungan desa Sodeok-dong menjadi 2 bagian. Tentunya si kepala desa nggak setuju dengan perencanaan Haengbok-ro tersebut. Karena bagi beliau pembangunan Haengbok-ro hanya mendatangkan kerugian. Udah kompensasinya murah banget, lingkungannya pun bakalan jadi rusak. 


Kepala desa bilang ke Pengacara Jung bahwa Sodeok-dong memang nggak ada harganya, penduduknya pun sedikit. Tapi desa tersebut adalah desa yang indah. Penduduknya pun juga menyenangkan. Terus ada pohon Hackberry yang berusia cukup tua dan harusnya bisa menjadi cagar budaya gitu. Kalau Haengbok-ro dibangun, pohon itu bakalan ditebang. Huhu


Apa yang dialami Sodeok-dong pastinya terjadi juga di banyak tempat, termasuk Indonesia. Banyak desa yang di-kota-kan dengan adanya pembangunan perumahan yang makin merajalela dan kawasan ekonomi yang hanya memperkaya yang sudah kaya dan menjadikan warga lokal sekedar jadi kacung doang. Daerah persawahan makin sempit juga.


Ah, embuhlah. Makin kesini memang pembangunan lebih banyak menguntungkan yang kaya dan mengusir warga lokal dan mereka makin terpinggirkan. 


Makanya gaes, kalo kalian atau keluarga kalian punya sawah atau kebun. Terus sawah atau kebun itu mau dibeli sama developer. Saya sarankan jangan mau! Kelihatannya dikasi harga mahal dengan segala ucapan manisnya. Tapi di kemudian hari, pasti bakalan nyesel. Banyak kok yang mengalami ini. Jangan kira habis jual sawah langsung auto kaya. Ya sih pas baru nerima duit, keliatannya dapet banyak banget. Tapi kalau nggak pandai mengelolanya ya boncos gaes. Weslah, enak punya sawah. Hasilnya bisa dinikmati sepanjang tahun sampe sak anak cucu. 


Bang Gu-ppong : Panglima Tentara Pembebasan Anak-Anak

Bersama Bang Gu-ppong! 


Persaingan dalam hal akademis di Korea Selatan bukan menjadi hal yang baru lagi sih ya. Pas nonton episode ini bikin ngeri sih. Anak SD disana kayak nggak punya kesempatan buat main. Hari-hari nya diisi dengan belajar, belajar, belajar dan belajar.


Belajar memang penting. Tapi yang namanya belajar nggak harus melulu seperti belajar di sekolah. Padahal bermain pun juga bagian dari belajar. As we know, Ki Hajar sendiri menjadikan bermain sebagai sarana belajar bagi anak PAUD dan SD.


Eh, larinya kok ke Ki Hajar sih? 🀣


Ya, ngingetin aja ke mamak-mamak ambisius soal akademis kalau anak-anak juga butuh bermain ya. Lagian nggak perlu khawatir kalau anaknya jadi nggak mau belajar karena banyak main. Justru anak butuh main agar hatinya gembira, sehingga dia juga bisa belajar dengan gembira. Selain itu setiap manusia terlahir sebagai pembelajar seumur hidup, dari alam rahim sampai masuk liang lahat. Tinggal bagaimana kita merawat potensi ini agar kecintaannya terhadap menuntut ilmu terawat dengan baik dan mekar dengan indah. 


Makanya nih mas Bang Gu-ppong melakukan protes dengan cara "menculik"  anak murid di bimbel ibunya. Mas Bang ceritanya ngebawa kabur anak-anak itu pake bus milik bimbel tersebut. Doi ngebawa anak-anak itu ke bukit gitu dan mereka disana hanya bermain. Ya, main seharian.


Karena tindakannya tersebut, mas Bang dilaporkan ke polisi kemudian ditangkap. Tapi dia nggak menyesali perbuatannya, bahkan nggak melawan juga ketika ditangkap.


Hal yang bikin tersentuh pada episode ini adalah alasan mas Bang "menculik" anak-anak tersebut. Bagi doi, anak-anak harus diberikan waktu untuk bermain. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau nanti-nanti yang ada anak-anak makin gede dan makin nggak punya waktu buat bermain. Sehingga di usia mereka yang masih SD, kudunya mereka tuh mendapatkan kesempatan untuk bermain. Bukan hanya belajar tanpa henti yang akhirnya bikin dia stres. Kayak kasusnya Pengsoo itu lho. 


Terus mas Bang rikues ke Pengacara Jung agar anak-anak yang dia "culik" diundang ke persidangan terakhirnya. Katanya dia pingin masuk penjara secara bermartabat. Dia juga nggak mau kalau dalam benak anak-anak itu tertanam bahwa banyak main berujung di penjara.


Selain itu ada juga kritiknya yang menurut saya kelihatan sepele tapi ngena juga. Yaitu ketika dia diinterogasi oleh Pengacara Kwon Min Woo. Doi tanya ke mas Bang "Emang selama di bukti main apa aja sih?". Mas Bang ceritain apa saja yang mereka mainkan selama di bukit. Setelah itu Pengacara Min Woo merespon dengan nada meremehkan. Kira-kira gini responnya, "Ealah cuma gitu doang. Aku pikir permainannya keren gitu".


Nah, letak kritiknya ada pada respon mas Bang terhadap pernyataan meremehkan tersebut. Menurut mas Bang, bermain itu nggak harus yang tampaknya edukatif kayak percobaan sains misalnya. Bermain bebas asal hati gembira pun juga menjadi penting. Karena bagi mas Bang, bermain nggak harus yang memberikan sebuah pengetahuan baru. Namun yang penting hati anak-anak bergembira dan otaknya jadi lebih seger gitu.


Hhmm, ya sih. Saya setuju sama mas Bang. Lagi pula, apapun jenis mainnya, meskipun main lompat tali, toh pasti ada sisi edukasinya juga kan? 


Kuil Hwangjisa

Saat di Hwangjisa

The last favorite episode of Woo Young Woo~


Sumpah tulisan ini panjang bener dah. Saya yang nulis aja ngos-ngosan. Apalagi yang baca. Itupun kalo ada yahg baca 🀣🀣🀣.


Episode ini bercerita tentang seorang bapak-bapak yang protes karena disuruh bayar tiket masuk. Padahal tujuannya adalah Gunung Hanbaek, sedangkan penarikan tiket masuk tersebut tujuannya adalah Kuil Hwangjisa. Sebuah kuil bersejarah yang ada di Pulau Jeju. Si bapak tersebut nggak terima, karena menurutnya nggak sesuai aja gitu narik tiket masuk untuk tujuan yang berbeda dari penarikan tiket masuk itu. Sehingga si bapak memperkarakan hal tersebut dan membawanya ke pengadilan. Padahal biaya tiket masuknya tuh kecil banget dibandingkan dengan biaya gugatannya. Tapi karena doi kaya dan udah terlanjur kesel, sehingga doi nggak masalah dengan biayanya.


Nah yang menarik dari kasus Hwangjisa ini adalah alasan dibalik penarikan tiket masuk tersebut. Kalau mendengar alasan kepala biksunya sih, bagi saya cukup masuk akal yang kemudian mengingatkan saya dengan kontroversi tiket masuk ke Borobudur πŸ˜‚.


Jadi menurut kepala biksu, titik loket masuk memang sengaja diletakkan disitu. Meskipun tujuannya bukan ke Kuil Hwangjisa, tapi seluruh wilayah sekitar termasuk Taman Nasional Gunung Hanbaek juga berada dibawah kendali Kuil Hwangjisa. Sehingga pengunjung yang melewati jalan tersebut tetap membayar tiket masuk meskipun tujuannya bukan ke Kuil Hwangjisa.


Alasan dibalik pengadaan biaya tiket masuk tersebut adalah justru untuk meminimalisir adanya pengunjung. Bagi kepala biksu, semenjak pembangunan Jalan Raya Lokal 3008, sering terjadi tabrakan mobil. Korbannya nggak hanya manusia, juga hewan liar setempat sering kena tabrak mobil yang melintas. Selain itu juga ada banyak pohon yang ditebang akibat pembangunan jalan tersebut. Sebenarnya pihak Hwangjisa menentang pembangunan jalan tersebut. Tapi ya namanya pemerintah ya, mana bisa ditolak keambisiusannya πŸ˜‘. Terus pemerintah menawarkan penarikan tiket masuk ke kawasan Hwangjisa yang kemudian disetujui oleh Kepala Biksu. 


Oleh karena alasan tersebut, para biksu dan warga sekitar sering melakukan ibadah untuk menghibur jiwa-jiwa yang pergi dengan cara demikian. Duh, pas scene ini bikin meleleh banget. 


Makanya Kepala Biksu bilang gini ke Pengacara Jung dan tim, "Jangan dibutakan oleh apa yang terlihat. Fokuslah pada esensi yang melampauinya". Mungkin maksud Kepala Biksu adalah agar orang yang berkunjung kesana murni untuk ibadah. Karena Kuil Hwangjisa dan seluruh kawasan yang dibawah kendalinya bukan tempat wisata, melainkan tempat ibadah. Gitu.


Karena kalau kawasan itu ramai untuk wisata, biasanya akan menimbulkan kerusakan yang tidak diharapkan. Sedangkan para biksu tidak mencari keuntungan jenis itu. Yang mereka lakukan adalah beribadah untuk menciptakan ketenangan dan kedamaian.


Sayangnya Kepala Biksu kalah dalam persidangan. Meski demikian, Pengacara Jung selaku pengacara penggugat, tetap membangun hubungan baik dengan Kepala Biksu. Bahkan Pengacara Jung memberikan saran agar pihak Hwangjisa membangun komunikasi dengan pemerintah agar dibuatkan yayasan yang mengelola Hwangjisa. Pengacara Jung juga menawarkan agar Hanbada bisa memberikan bantuan hukum. Apa ya istilahnya? Saya ya ga paham 🀣


Dari kasus Hwangjisa ini, ngerti dong kenapa Borobudur diwacanakan untuk menaikkan tiket masuk? Tapi untuk kasus Borobudur rada kompleks sih ya. Jadi ya begitulah.


Hokeee, sekian cerita panjaaaaaannnnggg banget tentang episode favorite dari drakor Woo Young Woo.


Udah ya. Pegel hamba nulisnya πŸ€ͺ🀣.

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment