Tags

Peran Ibu yang Dikerdilkan

 


Hati saya rasanya tersayat ketika mendengar seorang kerabat dekat menganggap bahwa ibu yang penuh waktu di rumah sebagai orang yang tidak bekerja. Hanya diam saja di rumah dan nggak ngapa-ngapain. 


Ya, dianggap nggak ngapa-ngapain. 


Kalau orang Lombok bilangnya momot meco


Yang dikatain emang bukan saya tapi saudara sepupu saya. Namun secara tidak langsung juga tentunya menganggap saya demikian juga, bukan? Karena saya kan di rumah saja ngurus rumah, anak, dan suami. Nggak kerja layaknya orang yang dianggap bekerja. 


Saya bingung apa sebenarnya definisi bekerja. Apakah seseorang dianggap bekerja jika ia menghasilkan uang? 


Karena dari pemahaman dangkal saya bahwa selama seseorang mendayagunakan fisik dan pikirannya untuk kebaikan, entah menghasilkan uang atau tidak, maka ia dapat dikatakan bekerja. Dengan demikian pasti kita bisa menyimpulkan sendiri orang yang nggak kerja tuh yang gimana? 


Peran Ibu yang Dikerdilkan

Lalu apakah seorang ibu yang memutuskan penuh waktu di rumah dianggap tidak bekerja?


Tentu saja tidak. Semua ibu tidak ada yang tidak bekerja. Semua ibu pasti bekerja. 


Bagaimana bisa kita menganggap seorang ibu tidak bekerja hanya karena dia memilih untuk full time mengurus rumah, diri, suami dan anak-anaknya. 


Tentu kita sebagai perempuan apalagi kalau sudah menikah dan punya anak pasti tau banget pergulatan yang kita alami. Rasanya 24 jam kurang banget untuk mengurusi seisi rumah. Kerja full day tanpa libur meski tanggalannya merah. Udah kerja kayak gitu nggak dapet gaji pula. Siapa pula yang sanggup menggaji seorang ibu rumah tangga penuh waktu? 


Ya sih betul tiap bulan pasti dikasi uang sama suami. Tapi apakah disebut sebagai gaji? Tentu nggak dong. Tapi itu adalah kewajiban suami kepada istri untuk memberikan haknya. 


Lagipula ketika kita menjalani peran kita sebagai ibu tentunya yang menjadi tujuan bukan uang kan. Tapi ridhonya Allah.


Nggak munafik sih kita pasti butuh uang untuk kehidupan sehari-hari. Tapi rasanya bekerja teramat remeh jika hanya diukur dari uang. Padahal rahmatNya jauh lebih berharga dari sekedar uang. 


Oleh karenanya saya rasa kita terlalu picik untuk mengkerdilkan peran seorang ibu yang memilih full time di rumah saja. Karena setiap ibu pasti bekerja. Hanya ranahnya saja yang berbeda. Ada yang memilih bekerja di rumah saja, ada yang di ranah publik dan perempuan bebas untuk memilih ranahnya. 


Stigma yang sering dialamatkan kepada seorang ibu yang memilih di rumah saja seringkali membuat ia merasa kecil. Ia merasa tidak berguna dan tidak berdaya hanya karena ia tidak menghasilkan uang. 


Akibat terburuk dari stigma tersebut adalah seorang ibu kurang maksimal dalam menjalankan perannya untuk mendidik anak-anaknya. Anak-anak diasuh dengan ala kadarnya lalu menyerahkan urusan pendidikan sepenuhnya pada sekolah. Padahal yang paling bertanggung jawab dalam mendidik seorang anak adalah orang tuanya, sekolah hanya memfasilitasi untuk urusan akademis. 


Disadari atau tidak, memang begitulah yang terjadi di masyarakat kita saat ini. 


Sangat disayangkan sebenarnya jika akhirnya kita hanya menghasilkan generasi yang biasa-biasa saja akibat stigma miring yang mengkerdilkan peran ibu. Tentunya bukan hal yang mudah juga untuk memberikan pemahaman kepada banyak orang bahwa peran seorang ibu sangat besar dalam peradaban. Sehingga tidak bisa diremehkan. 


Karena menurut saya pribadi, ketika seseorang menganggap ibu yang di rumah saja sebagai ibu yang nggak kerja, nggak ngapa-ngapain,  sama aja mengkerdilkan peran seorang ibu. Padahal setiap hari, seorang ibu pontang-panting dalam menjalankan perannya. Entah itu ibu yang full time di ranah domestik atau pun yang memilih bekerja di ranah publik. Sehingga sudah seyogyanya kita saling memberikan dukungan dan semangat pada para ibu agar ia tetap merasa berdaya. 


Tulisan ini bukan bentuk pembelaan saya pribadi hanya karena saya adalah seorang ibu rumah tangga yang full time di rumah saja. Tapi untuk menormalisasi bahwa ibu yang full time di rumah juga bekerja, bisa berdaya, bisa berkarya dan bisa bermanfaat. 


Menjadi bermanfaat nggak harus jadi buah ranum, ranting, daun ataupun jadi batang. Menjadi bermanfaat juga bisa seperti akar yang meski tak terlihat, tapi memiliki peran besar bagi kehidupan sebuah pohon. Ia tak terlihat tapi tetap bekerja ❤. 

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment