Tags

Tanoker Ledokombo : Dari Egrang Hingga Pengasuhan Gotong Royong


Tanpa terasa Konferensi Ibu Pembaharu sudah menginjak hari terakhir. Temans sudah dapat oleh-oleh apa saja nih? Sudah menyimak narasumber siapa saja? Atau mungkin ada yang daftar jadi member Ibu Profesional juga nih gegara ikut konferensi?


Asweeekkk~


Jika temans menyimak talkshow kemarin, sudah pasti bisa menebak dong saya mau nulis tentang siapa dan apa di artikel ini? Yups, kali ini saya ingin "memahat" kisah tentang Tanoker Ledokombo yang didirikan oleh Ibu Farha Ciciek. 


Selama pemaparan, Bu Farha dengan Tanoker nya membikin saya mewek sekaligus menghangatkan hati banget. Maa syaa Allah. Siapa sangka dari sesuatu yang sederhana banget, bisa merangkul satu desa untuk bergerak, belajar dan meningkat secara bersama-sama.


Profil Singkat Narasumber


Sumber IG @ibu.profesional.official

Nama lengkap narasumber adalah Farha Abdul Kadir Assegaf. Namun beliau lebih dikenal dengan nama Farha Ciciek. Beliau adalah founder RAHIMA dan juga Komunitas Tanoker di Ledokombo, Jember.


Ku sering ikutan kajian tentang gender dan nama RAHIMA sering disebut. Tapi baru kali ini tau foundernya siapa 🤣🙏.


Beliau juga adalah seorang aktivis, peneliti dan juga konsultan tentang isu-isu pendidikan, gender dan agama. Beliau bekerja dengan berbagai lembaga seperti RAHIMA, Persatuan Pesantren dan Pengembangan Masyarakat (P2M) dan juga lembaga lainnya.


Pada tanggal 22 Desember 2020, Bu Farha mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas aksi nyata yang beliau lakukan di Ledokombo dengan Tanokernya 🤩. Maa syaa Allah.


Memang Bu Farha ini benar-benar inspiratif, temans. Saya yang nonton aja sampai mewek gitu. Udah gitu kehangatan Ledokombo terasa sampai ke hati ketika beliau memaparkan apa saja yang sudah dilakukan disana dengan Tanoker nya.


Ibu Profesional emang selalu paling the best lah kalau menghadirkan narasumber. Benar-benar sangat inspiratif dengan kisahnya amat menyentuh.


Komunitas Tanoker Berbagi Kisah di Konferensi Ibu Pembaharu


Permainan Tradisional Sebagai Pintu Masuk Perubahan Sosial


Sumber : www.tanoker.org


Ibu Farha mengawali ceritanya dengan tujuan awal beliau tinggal di Ledokombo, sebuah desa di Jember. Beliau tinggal di sana untuk menemani ibu mertua beliau yang sudah sepuh.


Pada awal beliau tinggal disana, beliau menemukan beberapa permasalahan sosial seperti : banyaknya orang tua yang meninggalkan anaknya untuk bekerja di luar kota maupun luar negeri, anak putus sekolah dan enggan belajar, kurangnya sumber daya manusia, label negatif terhadap masyarakat setempat. Label ini karena sebagian besar masyarakat di sana adalah suku Madura yang sering di stigma susah diatur dan sulit untuk maju.


Selain itu ada satu istilah menarik yang beliau ceritakan yaitu anak yatim piatu sosial. Istilah ini hadir karena banyaknya anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya untuk bekerja keluar dari desanya. Namun anak-anak tersebut tidak benar-benar diasuh dengan baik oleh keluarga yang dititipi, tidak mendapatkan makanan yang sehat, serta banyak yang putus sekolah. Akibatnya banyak terjadi pernikahan dini, kehamilan diluar nikah, narkoba, alkohol, dan perbuatan menyimpang lainnya.


Dengan adanya masalah-masalah tersebut, beliau dan suami mulai melakukan observasi. Saat konferensi beliau bercerita tentang percakapan antara suami beliau dengan anak-anak disana. Bahwa sebenarnya anak-anak itu ingin bisa berkumpul dengan ayah dan ibunya. Namun mereka sadar hal itu sulit untuk diwujudkan karena ayah dan ibunya bekerja untuk penghidupan mereka.


Selanjutnya beliau dan suami menggali bahwa yang mereka inginkan adalah senang dan senang yang dimaksud adalah bermain. Kenapa bermain? Karena ternyata anak-anak itu merasa bosan disuruh belajar, belajar dan belajar terus. Sampai-sampai mereka nggak punya waktu untuk bermain. Sehingga mereka menjadikan bermain sebagai hal yang mereka senangi.


Hmm, ini pengingat banget ya bahwa hak anak yang nggak terbantahkan adalah bermain. Bahkan Ki Hajar sendiri sangat menyarankan agar anak-anak dibiarkan leluasa untuk bermain demi pertumbuhannya dan kebutuhan jiwanya.


Menariknya permainan yang diidamkan oleh anak-anak tersebut adalah permainan egrang. Permainan tradisional yang menjadi warisan leluhur yang ternyata menjadi pintu masuk perubahan sosial di Ledokombo.


Hal yang nggak kalah menariknya adalah soal penentuan nama komunitas. Nama Tanoker lahir atas usulan anak-anak yang mana Tanoker sendiri berarti kepompong. Maa syaa Allah 😍.


Dari cerita tersebut, Bu Farha ngingetin banget betapa pentingnya mendengarkan kebutuhan anak, mendengarkan aspirasi anak, serta menghargai apa yang diputuskan oleh anak. Ini penting banget nih 🤩. 


Singkat cerita dari permainan egrang tersebut membawa perubahan besar sekali. Tidak hanya pada anak-anak, namun juga bagi seluruh warga desa Ledokombo 🤩. Desa yang dulunya nggak dilirik-lirik amat sama pemerintah, jadi tersentuh oleh pemerintah. Desa yang dulunya mendapat stigma negatif, malah jadi desa wisata lho 🤩. Maa syaa Allah. Allah emang nggak pernah salah dalam meletakkan amanah ya 😍.


Mereka sering lho diundang baik di tingkat lokal bahkan global untuk bermain egrang. Mereka menyebutnya sebagai bambu menari. Indah sekali 😍. Itulah kenapa bu Farha mengatakan bahwa bermain itu tidak pernah main-main. Karena dalam bermain, seseorang juga sekaligus belajar dan selalu ada hikmah di dalamnya.


Tagline yang dimiliki oleh Komunitas Tanoker adalah bersahabat, belajar, berkarya dan bergembira 😍.


Duh, jadi pingin meluncur ke Tanoker nih 😂.


Pengasuhan Gotong Royong


Sumber : www.tanoker.com

Ini nih yang keren dari komunitas Tanoker. Gegara permainan egrang, membuat masyarakat melakukan pengasuhan gotong royong. Yang awalnya anakku anakku, anakmu anakmu menjadi anakku anakmu anak kita. 


Dalam konferensi kemarin Bu Farha mengatakan bahwa beliau tidak mempermasalahkan kegiatan migrasi, asalkan terencana. Maksudnya adalah anaknya nggak sekedar asal titip. Namun anaknya juga benar-benar diasuh, diberikan perhatikan, dipenuhi hak-haknya sebagai anak, dan yang nggak kalah penting dipenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya.


Anak-anak Ledokombo yang ditinggal bermigrasi oleh orang tuanya saat ini sudah tidak lagi menjadi yatim piatu sosial. Karena mereka benar-benar diasuh oleh orang sedesa. 


Kerennya lagi nih ya, dari Komunitas Tanoker melahirkan sekolah buk-ebok, sekolah pak-bapak, dan sekolah eyang-eyang yang didalamnya ada edukasi tentang parenting. Lahirnya sekolah parenting tersebut atas dasar kesadaran akan pentingnya mewujudkan keluarga yang sakinah 😍.


Selain itu nih, mereka juga belajar untuk menyediakan makanan sehat bagi anak-anak. Sehingga nggak ada lagi anak yang dibiarkan makan junk food seperti sebelumnya. Hho


Kerennya lagi masyarakat setempat juga dibiasakan untuk menyampaikan aspirasinya ke pemerintah. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan baik antara pemerintah dan juga warga desa.


Gagasan pengasuhan gotong royong ini emang keren banget sih dan seharusnya dilakukan dimanapun. Karena bagaimanapun pengasuhan adalah tugas kita bersama. Selain untuk kepentingan tumbuh kembang anak, juga untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi anak.


Dudududu, semoga pengasuhan gotong royong ini dapat dicontoh oleh yang lain juga ya. Penting banget banget banget nih 😍.


Ledokombo Menjadi Desa Wisata


Sumber : www.tanoker.org

Siapa sangka yang awalnya hanya bermain menjadikan Ledokombo sebagai desa wisata. Bahkan nih ya warga setempat sendiri yang menentukan fasilitas yang ada di desa wisata tersebut. Terus bikin flyer dan memasarkannya. 


Terus mereka juga memproduksi kerajinan tangan dan pangan lokal. Keren banget 😍.


Meskipun pandemi melanda 2 tahun ini, nggak mematahkan semangat mereka untuk belajar dan berkarya lho.


Tantangan yang dihadapi

Tentunya dalam setiap gerak perjuangan pasti selalu ada tantangan yang mengiringi. Nah, tantangan yang dihadapi Bu Farha dengan Tanokernya cukup menarik nih. 


Kan di Ledokombo banyak yang jadi tenaga kerja ke luar negeri maupun dalam negeri tuh. Gegara Tanoker semakin berkembang dan memberikan dampak positif pada perekonomian warganya, tentu dapat menekan jumlah warga yang keluar desanya untuk bekerja. 


Hal ini kemudian membuat resah orang-orang yang bisa dikatakan sebagai "pedagang manusia". Karena yang kepincut dengan ajakannya makin sedikit. 


Mantap nggak tuh, sis?! 


Benar-benar Tanoker membawa keberkahan untuk warga desa, biidznillah. Maa syaa Allah. 


Empati Jadi Aksi


Sumber : www.tanoker.org


Saya rasa member Ibu Profesional sudah nggak asing lagi ya dengan pernyataan empati jadi aksi. Karena memang untuk memulai sebuah perubahan sosial yang lebih baik dibutuhkan empati untuk jadi aksi. 


Hal inilah yang mengawali gerak perjuangan Bu Farha di Ledokombo, dari empati jadi aksi. Memenuhi hak anak di sana melalui bermain agar tidak ada lagi anak yatim piatu sosial. Karena bermain itu tidak main-main. Bermain itu mencerdaskan. Bermain itu adalah bagian dari belajar selama dapat dipertanggungjawabkan. 


Dampaknya kemudian memberikan kesadaran pada orang dewasa disana akan pentingnya mengasuh anak bersama. Terjadilah gotong royong dalam pengasuhan.


Berkah lainnya adalah desa Ledokombo menjadi desa wisata. Banyak warga yang menghasilkan karya untuk dijadikan oleh-oleh. Lalu tentunya hal ini memberikan dampak pada perekonomian mereka.


Kemudian powerful words dari Bu Farha yang saya suka adalah, "Sekolah formal boleh berhenti, tapi belajar harus tetap jalan. Serta kegembiraan kolektif menjadi modal sosial". Kurang lebih begitulah yang beliau katakan.




Kalau saya tidak salah tangkap, beliau menyebut aksinya ini sebagai revolusi harapan. Beliau mengubah empati jadi aksi. Beliau fokus pada solusi, bukan pada masalah. Karena jika fokus pada masalah akhirnya nggak gerak-gerak 😌.


Nulis ini serasa nabokin diri sendiri euy!


Maa syaa Allah! Apa yang dilakukan Bu Farha ini benar-benar inspiratif bangeeeett. Udah gitu yaa, pas menyimak pemaparan beliau tentang Tanoker, bikin hati jadi adem banget gitu. Kehangatan di Ledokombo terasa sampai kesini. Heuheuuu~


Jadi pengen ke Ledokombo eeuuyy!!


Perayaan 1 dekade Ibu Profesional ini benar-benar bertabur bintang yang inspiratif banget 🤩. Maa syaa Allah 🤩.


Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment