Tags

SBMPTN dan SNMPTN Akan Dihapuskan. Setuju atau Nggak?


Ada wacana yang datang dari Kemenristek Dikti bahwa sistem penerimaan mahasiswa baru untuk Perguruan Tinggi Negeri akan dihapuskan. Tujuannya adalah untuk mengurangi kecurangan yang dilakukan oleh calon mahasiswa atau pihak tertentu, baik sebelum ujian maupun saat ujian. Karena ada lho yang ikut ujian menggunakan jasa joki. [Beh, beh, beh, belum apa-apa sudah melakukan kezaliman terhadap diri sendiri]. Selain itu juga untuk mengetahui minat dan potensi dari si calon mahasiswa. [Wait, what? Nyari minat dan potensi calon mahasiswa? Lha bukannya hal ini seharusnya sudah dilakukan sejak Sekolah Dasar].

Nantinya, menurut wacana, SBMPTN akan digantikan dengan Test Center yang dibuka sepanjang tahun. Saya pribadi juga masih belum paham mekanismenya seperti apa. Silakan diteliti sendiri ya.

Lagian ujian tulisannya bagi saya nggak banget. Lha masak anak SMK jurusan gambar pilih jurusan Arsitektur, yang diujikan ada soal biologinya. Kan ga efisen. Nggak pernah diajari sebelumnya dan tidak akan pernah diajari setelahnya.

Lalu ada juga yang mengatakan bahwa ada wacana penghapusan sistem SNMPTN karena PPDB zonasi. Tujuannya agar setiap calon mahasiswa mendapatkan kesempatan mencicipi pendidikan yang berkualitas. Yang mana PTN tidak hanya melihat si calon mahasiswa dari akreditasi sekolahnya, namun juga dari kemampuan akademiknya. Kurang lebih begitu. Hal ini masih dalam koordinasi antara Kemendikbud dan Kemenristek.

Berarti dalam hal ini ada 2 wacana pergantian sistem penerimaan mahasiswa baru yaitu SBMPTN (ujian tulis) dan SNMPTN (jalur undangan).

Tentu wacana ini menimbulkan pro dan kontra, baik dikalangan akademisi, para calon mahasiswa ataupun yang sudah bergelar mahasiswa/mantan mahasiswa. Hahaha. Pasalnya, wacana ini dianggap terlalu terburu-buru dan dapat mengurangi semangat belajar para calon mahasiswa. Banyak juga yang beralasan penghapusan SNMPTN akan mengurangi semangat calon mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang tinggi. [Lha niatnya sekolah buat menghimpun pengetahuan dan mengorganisasikannya menjadi ilmu po nyari nilai tho?!]. Ada juga yang beralasan hal tersebut akan membuat siswa SMA yang malas jadi tambah malas. [Hmmm, tidak bisa masuk diakalku].

Saya pribadi, sangat setuju jika sistemnya diganti. Tapi yang menjadi pertanyaan, sistem pendidikan kita dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi sudah baik belum? Sudah terpadu belum? Sudah mumpuni belum? Lalu tesnya akan seperti apa? Apakah akan sama dengan tes ujian sebelumnya atau yah beda dikit aja yang sebenarnya nggak jauh beda? Lalu calon mahasiswanya sudah mendapatkan bekal nggak untuk tes yang sedemikian rupa?

Dalam bayangan saya, andai saja sistem pendidikan kita telah mampu mengimplementasikan visi Ki Hajar secara komprehensif. Niscaya anak sekolahan bakal sueneng belajar. Pasalnya visi tersebut dapat dikatakan mampu untuk memupuk gairah anak untuk senang belajar. Karena visi pendidikan beliau adalah bagaimana agar anak belajar secara merdeka dan menemukan potensi dalam dirinya. Tentu hal ini dengan bimbingan orangtua dan guru.

Sejatinya setiap manusia suka belajar, harus terus belajar hingga akhir hayat, dan sudah bergelar muta'allim sejak dalam rahim. Maka seyogyanya fitrah belajar itu disuburkan. Namun kenyataannya fitrah belajar ini sering diabaikan. Sehingga gairah belajar pun menurun, merosot, bahkan nyungsep sampai mendelep. Wkwkwk

Menurut saya hanya seduikuit banget sekolah yang mampu mewujudkan visi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Itupun sekolahnya bukanlah sekolah negeri melainkan terkategori sebagai PKBM atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Sebut saja seperti SALAM Jogjakarta dan Sekolah Lebah Putih Salatiga.

Kedua sekolah tersebut melibatkan orangtua dalam proses belajarnya. Sehingga nggak cuma gurunya aja yang diminta mengajar, namun orangtuanya juga harus mampu mendidik anaknya. Dengan cara ini sistem pendidikan yang dibangun telah mampu mengajak orangtua berkolaborasi dalam pendidikan. Sekaligus orangtuanya juga belajar cara belajar dan mendidik. Asik kan?

Misalnya di SALAM, saat SD-SMP, anak dibantu untuk mencari bakatnya. Sehingga mereka diberikan keleluasaan untuk belajar apapun yang ingin mereka tahu. Sampai akhirnya mereka menemukan apa yang paling mereka suka dan kira-kira akan menjadi apa mereka nantinya. Sehingga si anak murid sudah punya visi ke depan mau ngapain dan menjadi apa. Bahkan nggak sedikit lho muridnya SALAM punya usaha sendiri ketika usia mereka masih sangatlah muda. Ada juga anak ABK yang memiliki kemampuan menyulam dan akhirnya bisa menghasilkan karya bernilai jual tinggi.Keren kan? Untuk urusan naik kelas, ya tinggal naik kelas aja. Nggak atek ujian-ujian. Wkwkw

Nah, saat SMA, baru deh mereka membangkan potensinya. Bahkan yang sudah menemukan potensinya,mereka nggak segan buat magang gitu untuk meningkatkan skill dan pengetahuan mereka.

Nah kalau sistem kita sudah terpadu gitu. Bakalan lebih mudah kan mau kuliah jurusan apa nantinya? Tinggal universitas membuat konsep sistem dan mekanisme penerimaan mahasiswanya. Selain itu, nggak atek zonasian barang. Lha wong semua sekolahnya pasti bagus dan berkualitas.

Menurut kabar, universitas di Singapura punya waktu pendaftaran dan mekanisme yang sudah ditentukan oleh masing-masing universitas.

Oh ya, sedikit cerita. Kalau ada yang pernah kepoin Isyana Sarasvati, pasti tahu kalau dia mendapatkan beasiswa kuliah di Singapura saat dia belum lulus SMA. Tesnya pun ya dengan memainkan alat musik yang dia kuasai. Dari hal ini kan terlihat bahwa dia memang punya skill yang bagus dalam hal tersebut.

Nah dari uraian dan curcolan saya yang mengandung kegelisahan tersebut. Sudah bisa dibayangkan kan, sebaiknya sistem penerimaan mahasiswa itu seperti apa? Sudah saatnya kita berdiskusi tentang hal ini. Sekalipun sistem pendidikan kita pancet gini aja. Maka tugas orangtua yang mendidik anaknya menjadi insan yang beradab, unggul, cerdas dan berdaulat.
Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

1 comment

  1. Setuju dihapuskan, karena karena bener kadang ga nyambung antara jurusan yg dipilih ama yg diujikan....

    ReplyDelete

Post a Comment