Tags

Penyelamatan Jiwa dari Pemberhalaan


Hmmm,, sebenarnya agak berat untuk menuliskan hal ini. Tapi nggak apa-apa. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi siapapun yang membaca.

Tanggal 09 November 2018 lalu, alhamdulillah saya melahirkan anak pertama saya, a baby boy. Namun qodarullah, Allah belum mengijinkan kita untuk bersama. Sehingga nggak sampai sejam setelah dia lahir, dia kembali pulang ke Sang Pemilik Hidup.

Nggak usah tanya rasanya gimana kehilangan seorang anak yang sangat saya idamkan. 

Sedih, pasti. 
Kecewa, tentu.

Namun disisi lain alhamdulillah Allah mudahkan untuk ikhlas menerima. Walaupun sampai kapanpun kesedihan saya nggak bisa hilang.

But, it was the best lesson that i got directly from Allah.


Setelah sekian lama mencoba untuk menggali hikmahnya, saya rasa hal tersebut memang yang terbaik untuk saya. Mungkin itu adalah cara Allah menyelamatkan jiwa saya dari pemberhalaan sekaligus menjadi pendidikan dari Allah secara langsung.

Mungkin bagi Allah di masa kehamilan saya waktu itu saya terlalu sombong. Saya terlalu amat yakin dengan segala imajinasi saya tentang melahirkan dan mengasuh anak. Namun dalam angan-angan saya tersebut, saya tidak melibatkan Allah sama sekali. Sehingga saya menjadi amat sombong.

Mungkin menurut Allah, kesombongan saya tersebut akan menjauhkan saya dari impian saya menjadi ibu yang baik bagi anak saya. Sehingga untuk menyelamatkan jiwa saya dan menyelamatkan jiwa anak saya, Allah mengambilnya kembali. Agar saya memperbaiki diri saya dulu sebelum saya mendapatkan amanah kembali. Agar saya mengingat bahwa Allah Yang Maha Kuasa.

Kan kata Allah :

…….. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 216)

Walaupun ayat tersebut kontennya tentang berperang, namun sangat relate untuk kondisi apapun. Heuheu

Kenapa saya sebut sebagai penyelamatan jiwa dari pemberhalaan?

Jadi begini, karena kondisi saat hamil saya masih sangat sombong. Apalagi kalo udah melahirkan kan ya? Apa nggak tambah sombong?

Mungkin ada hal-hal yang akan saya banggakan, entah pada proses kehamilan, atau proses melahirkan, atau saat menyusui, atau pada masa mengasuh. Nah, sikap ini yang saya sebut sebagai pemberhalaan.

Bukan berarti saya mengaggap anak saya patung lho ya. BUKAN!

Melainkan saya memberhalakan hawa nafsu saya sendiri melalui anak saya. Kasihan kan anak saya ntar kalo punya ibu yang hati, akal, nafsu dan software lainnya nggak seimbang?


Kata Allah lagi :

"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 14)

Oleh karenanya, Allah memberikan saya kesempatan untuk menyadari kesalahan saya lalu memperbaiki diri saya.

Baik banget kan Allah?

Mungkin kesannya Allah kok kejam ngambil nyawa hambaNya. Padahal ya nggak ya. 

Menurut saya, cara Allah mendidik hambaNya itu memang tidak sama seperti cara manusia mendidik manusia. Teganya Allah berbeda dengan teganya manusia. Cara Allah menunjukan kasih sayang pun tidak selalu dengan memberi, namun juga mengambil.

Mungkin kebanyakan orang akan beranggapan bahwa meninggalnya anak saya adalah bentuk tidak selamatnya dia akibat sindrom aspirasi mekonium. Namun menurut saya justru dia telah terselamatkan dengan berpulangnya dia ke rumahNya. Dia selamat karena nggak perlu gedebukan dengan kehidupan dunia.

Namun orang yang diberi kesempatan menghirup dunia pun termasuk yang beruntung, karena diberi kesempatan untuk berjuang ❤️.

Alasan medis meninggalnya anak saya menjadi pelajaran bagi saya untuk memperbaiki ikhtiar jasmani. Lalu makna -menurut saya- hakikinya adalah untuk meningkatkan ikhtiar ruhani. 

Allahu a'lam bishowab..

Apa hikmah kejadian ini?
> Kembali ke prinsip hidup innalillahi wa inna ilaihirooji'un. Bahwa apa yang yang datang dari Allah pasti kembali lagi ke Allah. Kalimat tersebut tidak hanya digunakan saat ada orang meninggal. Namun kalimat tersebut seharusnya menjadi prinsip hidup.

> Jangan terjebak persepsi diri. Hmm, ya ini. Kesombongan saya menyebabkan saya terjebak dalam persepsi saya sendiri. Akhirnya saya gagal untuk mengalami bersalin normal. Gagal juga untuk merasakan nikmat menyusui dan mengasuh. Tapi nggak apa-apa. Allah Maha Baik, sehingga jiwa saya diselamatkan dari pemberhalaan 😘. Allahu a'lam.

> Alat kesadaran saya sedikit terasah. Setidaknya dari kejadian ini saya jadi sadar untuk kembali ke prinsip dasar hidup. Menjadi lebih sadar untuk selalu melibatkan Allah dalam hal apapun. Ya walaupun saya juga masih sering bodohnya. Ya harap maklum, keimanan saya masih naik turun kayak detak jantung 😂.

Saya juga jadi tersadar, betapa kesombongan sebesar biji sawi sangat mampu merusak keseimbangan diri. Riya' merupakan kesombongan yang halus tapi merusak. Sehingga tawadhu' menjadi jalan keselamatan, namun tanpa harus merasa sudah tawadhu'.


> Belajar untuk lebih mensyukuri apa yang ada dan tidak iri dengan nikmat orang lain. Ya, ini berasa banget. Kadang suka iri sama orang-orang yang sudah punya anak. Saya kan juga pingin. Kadang suka kesel sama orang yang bentakin anaknya nggak karu-karuan, padahal saya ya pingin punya anak. 

Tapi Allah punya rencana yang lebih baik. Insyaa Allah. Sehingga saya nggak boleh iri dengan nikmat orang lain. Serta saya harus mensyukuri nikmat yang Allah sudah beri. 

Walaupun kadang masih sering bertanya-tanya, "kapan sih ya Allah saya diberikan amanah lagi?". Kadang merasa putus asa. Apa mungkin ga bakal dikasi lagi 😂. Sekalipun ya, saya pun harus ikhlas.

Eh, tapi saya masih berharap bisa punya anak lagi. Biar ada yang do'ain nah, ya Allah. Oleh karenanya saya nggak boleh putus asa. Karena kalo saya putus asa nanti saya  tambah sesat. Dusoku tambah akeh engkok 😩.

Astagfirullah ~

Bhaique, sekian curhatan saya yang entahlah ada faedahnya atau nggak. Apa yang saya tulis ini hanya pemikiran saya pribadi berdasarkan apa yang saya alami. Kebenarannya hanya di sisi Allah.

Semoga manteman mendapatkan hikmah dari apa yang saya alami. Terima kasih sudah membaca tulisan ini, my darling friends ❤️ Barakallahu.

Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment