Tags

Yang Lebih Berbahaya Dari Covid-19


Membicarakan soal si Coro menyebalkan ini memang nggak ada habisnya. Lama-lama doi jadi tambah jumawa karena makin hari makin tenar, makin viral, dan makin ditakuti. Dih, kesel awak sampe ke ubun-ubun 🤣.

Belum lagi segala silang sengkarut yang terjadi semenjak si Coro bertamu. Astagfirullah, nambah-nambah beban dunia ae 🤣. Selain nambah beban dunia, juga nambah-nambahin dosa 🤣.

Ya mungkin si Coro bukanlah terdakwa utama. Karena ia hanyalah hasil ciptaan saja. Namun mereka-mereka yang ada dibalik si Coro ini.

Siapakah 'mereka' itu?

Ya, siapa lagi kalau bukan Fir'aun-Fir'aun modern. Dih, dongkol awak! Rasanya ingin ku lemparin kue kacang bersianida 🤣.

Pada dasarnya Covid-19 ini bukan objek paling berbahaya saat ini. Namun tidak bisa kita remehkan kehadirannya. Kita juga harus tetap ada ikhtiar agar tidak terjangkiti maupun menyebarkan. 

Tawakkal itu harus, bahkan sangat sangat harus. Tapi jangan sampai takabur. Karena Allah nggak pernah memerintahkan kita untuk bunuh diri. Apalagi bunuh diri via si Coro menyebalkan itu 🤣.

Namun adakah hal yang lebih berbahaya dari si Coro?

Jawabannya tentu ada. 

Apa sajakah itu?

#1 Diri Yang Dzolim
Semenjak si Coro mulai ngehits, banyak orang mulai berbondong-bondong membeli masker dan hand sanitizer (selanjutnya disingkat HS). Bahkan ada juga yang menimbun masker dan HS. Entah untuk konsumsi pribadi, entah untuk dijual kembali.

Karena hal ini, harga masker dan HS meroket dipasaran. Barang mulai langka. Namun mulai muncul juga merk HS yang tidak biasanya ada disaat kondisi normal.

Bahkan para oportunis memanfaatkan kondisi dengan menjual HS abal-abal. Duh Gusti, kok ya ada makhluk begini ketika kondisi suram gini 😑. 

Nggak hanya dua barang itu, cairan desinfektan juga mulai naik panggung. Harganya pun meroket. Ketersediannya pun makin terbatas di pasaran.

Kondisi yang nggak kalah ngenesnya adalah ketika si Coro benar-benar bertandang ke Indonesia. Warga +62 makin beringas. 

Produk-produk penunjang untuk mencegah si Coro makin diborong. Alhasil tenaga kesehatan menjadi kewalahan untuk mendapatkan barang-barang tersebut.

Parahnya lagi, Alat Pelindung Diri (selanjutnya disingkat APD) untuk tenaga kesehatan sangat langka. Sehingga dengan sangat terpaksa para tenaga kesehatan menggunakan alat seadanya seperti jas hujan keresek dan sejenisnya.

Udah gitu ada aja crazy rich +62 yang membeli APD dan digunakan untuk belanja ke pasar ataupun supermarket. Astagfirullah. Ini mah kebacut bin keterlaluan banget.

Seharusnya tenaga kesehatan yang berhadapan secara langsung dengan para pasien yang seharusnya lebih diutamakan. Karena nyawa mereka juga yang jadi taruhannya. Masak sih kita nggak sepunya empati itu untuk mendahulukan para tenaga kesehatan kita?

Coba deh lihat, ada berapa banyak tenaga kesehatan yang gugur 'di medan perang'? Memang jumlahnya tidak ratusan atau ribuan. Akan tetapi apakah kita harus menambah jumlahnya akibat keegoisan kita?

Nggak hanya sampai disitu, ada lagi permasalahan baru datang dan nggak kalah dzolim lagi. Apalagi kalau bukan pengucilan. 

Ya Rahman Ya Rahim! Apa pula yang merasuki warga +62 yang sampai hati mengucilkan tenaga medis yang bekerja menangani pasien covid. Udah gitu ada juga kabar kalau keluarga pasien (+) covid yang dijauhkan oleh masyarakat karena takut tertular. 

Takut sih takut. Tapi nggak juga bikin empati kita terkikis dihantam ombak masalah 😭😭😭.

Astagfirullah..

Ditengah kondisi yang seperti embuhlah. Saya juga nggak tahu harus mengatakan seperti apa. Masih aja ada orang yang dzolimnya, astagfirullah, sampai-sampai nggak mempertimbangkan keselamatan bersama. 

Duh, entahlah. Nggak bisa berkata-kata. Semoga saja tenaga kesehatan kita diberi kekuatan dan kesabaran dalam mengemban tugas beratnya. Semoga juga mereka yang berlaku dzolim di masa pandemi ini bisa segera sadar dan dibukakan pintu pengampunanNya seluas-luasnya.

Sedikit Solusi
Please people! Dikondisi yang nggak menentu seperti saat ini. Memang kita pasti khawatir akan diri dan keluarga kita. Tapi hayuklah kurangi keegoisan kita. Jangan sampai kita menjadi manusia egois yang kehilangan empati.

Kita nggak perlu kok pake APD hanya untuk pergi berbelanja ke supermarket. Pakai pakaian biasa saja. Nanti sesampai di rumah, pakaiannya langsung ganti. Langsung dicuci. Jangan lupa sampai rumah cuci tangan, kaki, muka dulu.

Kita juga nggak perlu borong masker kesehatan jika kita dalam kondisi sehat. Gunakan saja masker kain biasa. Biarkan maskernya untuk para tenaga kesehatan yang sedang mempertaruhkan nyawa mereka merawat para pasien covid.

Kita juga nggak perlu kok pakai HS tiap saat. Karena HS hanya digunakan untuk kondisi tertentu saja. Dengan cuci tangan menggunakan sabun itu sudah lebih dari cukup.

Kuy, bangun empati kita. Jangan egois ya!

#2 Kepanikan
Kepanikan yang terjadi sejak bertandangnya si Coro, orang-orang jadi terserang panik. Akhirnya warga+62 mengalami panic buying. Sembako diborong, semua diborong. Alhasil mereka yang juga butuh, jadi kebagian sisa bahkan nggak kebagian.

Nggak hanya panik soal beli kebutuhan sehari-hari. Banyak juga yang mengalami panik secara psikologis. Hal ini tentu berbahaya. Karena dalam menurunkan imunitas kita.

Padahal seharusnya dalam kondisi seperti ini, imunitas kita harus dijaga agar tetap kuat. Karena dengan terjaganya imunitas, insyaa Allah, si Coro ada yang melawan di dalam tubuh kita.

Tentu selain itu, makanan yang bergizi dan membiasakan hidup sehat juga nggak kalah penting.

Untuk mengurangi kepanikan, kita perlu banyak-banyak berdzikir, berdo'a, bertafakkur. Selain itu jika suka bermeditasi juga bagus. Atau mungkin lakukanlah apapun saja yang membuat diri bahagia. Hindari hal-hal yang menimbulkan panik. Terutama berita-berita nggak penting. Sehingga kepanikan pun dapat terobati.

Ingat, kata Ibnu Sina, kepanikan adalah sebagian dari penyakit. 

So, don't be panic!

#3 Hoax
Hmm, sungguh nggak habis pikir sih sama orang-orang yang tega sebar hoax disaat seperti ini. Sebenarnya salah satu tujuan hoax beredar ya untuk menambah kepanikan.

Oleh karenanya social media distancing is a must. Jangan biarkan para penebar hoax menambah kekacauan pikiran kita. Hokeee..

#4 Fir'aun Modern
Uhuk! Ini nih nggak kalah berbahayanya dari si Coro, yaitu para Fir'aun modern. Dari beberapa sumber yang saya baca dan juga saya tonton, manusia dibalik penyebaran si Coro adalah Fir'aun Modern. Merekalah yang menciptakan dan menyebarkannya.

Mereka menyebarkan virus tersebut di negara musuh dagangnya. Alhasil China di kambinghitamkan karena dianggap telah menyebarkan virus mematikan. Fiuh!

Siapa yang punya masalah, siapa yang bermusuhan, seluruh dunia yang kena getahnya.

Para Fir'aun modern ini memang sangat bernafsu sekali untuk menguasai dunia. Sehingga segala cara mereka lakukan, termasuk berbuat kerusakan di muka bumi.

Sungguh mereka adalah iblis-iblis dunia yang minta dilempar jumroh 🤣. Duh, jengkel awak dibuatnya 😆. Astagfirullah.

Bayangin aja dong, sejak jaman antah berantah hingga saat ini mereka masih saja berbuat kekacauan. Bahkan kekacauan yang mereka buat saat ini nggak kalah jahanamnya. 

Kita sumpahin jadi batu aja apa ya mereka-mereka itu. Biar tau rasa 🤣. Gemesh!

Kekeringan akhlak ini memang sangat meresahkan. Karena dampak buruknya untuk kehidupan masa mendatang benar-benar menjadi bencana bagi banyak orang.

Oleh karenanya, My Dear, hayuk mulai sekarang kita bertafakkur, kita teliti diri kita masing-masing, kita baca diri kita masing-masing. Siapa tau ada benih Fir'aunisme dalam diri kita.

Mulai sekarang kita berusaha untuk membersihkan diri kita, membersihkan jiwa kita. Agar tidak ada benih Fir'aunisme dalam diri kita.

Kita perbaiki akhlak kita, kita perkuat akidah kita, perkuat ketauhidan kita. Lebih banyak berzikir, berdo'a meminta keselamatan dunia akhirat dan juga petunjuk. 

Semoga dengan rahmatNya, kita diberikan petunjuk jalan lurus. Agar diri kita dan anak cucu kita menjadi manusia berakhlak mulia ❤️.

Insyaa Allah..

Demikian tumpahan kekesalan saya hari ini. Semoga Allah lindungi kita dan keluarga. Dijauhkan dari segala marabahaya dan kejumawaan.

Aammiinn ya Rabb ❤️






Emiria Letfiani
A Wife, A Mom, A Storyteller

Related Posts

Post a Comment